Sri Mulyani Lega, Uji Materi UU Tax Amnesty Ditolak MK
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (tax amnesty). Majelis hakim menilai undang-undang tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang diperkarakan oleh para pemohon.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyambut gembira putusan MK tersebut. Ia berharap putusan ini bisa menghilangkan keraguan dari wajib pajak terhadap program pengampunan pajak. “Keputusan ini sangat berarti sekali bagi kami pemerintah yang tengah melaksanakan Undang-Undang Pengampunan pajak yang berlangsung sampai akhir Maret 2017. Dengan keputusan dari MK ini diharapkan ada kepastian bagi seluruh wajib pajak,” katanya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (14/12).
Sekadar informasi, permohonan uji materi atas UU Pengampunan Pajak diajukan beragam pemohon yaitu Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Leni Indrawati, Yayasan Satu Keadilan, Dewan Pengurus Pusar Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP SBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Konfederasi Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Pada intinya, para pemohon menilai UU Pengampunan Pajak bersifat diskriminatif lantaran membedakan kedudukan warga negara sebagai warga negara pembayar pajak dan warga negara tidak membayar pajak. Selain itu, para pemohon menilai UU tersebut memberikan hak istimewa kepada pihak yang tidak taat pajak, berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.
(Baca juga: Tax Amnesty Tahap III, Pemerintah Ancam Periksa Harta Wajib Pajak)
Berbeda pandangan dengan para pemohon, Sri Mulyani mengatakan UU Pengampunan Pajak justru menguntungkan masyarakat luas. Sebab, program pengampunan pajak bisa mendorong pemulangan dana dari luar negeri (repatriasi). Dana tersebut akan menggerakkan perekonomian.
Di sisi lain, dana tebusan yang terkumpul dari program itu bisa dimanfaatkan pemerintah untuk pembangunan. Selain itu, program ini bisa menciptakan basis pajak baru yang mendorong peningkatan penerimaan pajak di masa depan.
Atas dasar itu, Sri Mulyani pun optimistis putusan MK bakal berdampak positif terhadap pembangunan ke depan. Reformasi perpajakan dan keputusan dari Mahkamah Konstitusi akan jadi momentum yang kuat untuk perbaiki kinerja perpajakan.
"Pada akhirnya akan menciptakan penerimaan pajak yang baik, dan bisa digunakan jadi sumber dana pembangunan untuk mencapai tujuan bernegara yang adil dan makmur,” katanya. (Baca juga: Pemerintah Pantau Banyak Aset Konglomerat Belum Ikut Tax Amnesty)
Ke depan, Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah akan melanjutkan penyelesaian sejumlah UU untuk mendorong reformasi perpajakan secara keseluruhan. Ada UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tengah dalam pengajuan revisi.
Sebelumnya, sederet pakar ekonomi juga telah dihadirkan selama sidang di Mahkamah Konstitusi. Mereka menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya penerimaan pajak dan program pengampunan pajak. (Baca juga: Jokowi Sebut Tax Amnesty Indonesia Terbaik di Dunia)
Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengatakan, penerimaan pajak harus dinaikkan agar target belanja pemerintah bisa tercapai. Jika tidak, akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan turunnya potensi penerimaan negara.
Sementara itu, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam mengatakan, berdasarkan penelitian Ricardo Venecieto dan Pesino pada 2013, potensi pajak Indonesia yang tergali baru sebesar 47 persen. Adapun penerimaan perpajakan yang menjadi andalan hanya pajak penghasilan badan usaha dan pajak pertambahan nilai.
Sedangkan sektor pajak penghasilan untuk orang pribadi hanya menyumbang 0,4 sampai 0,5 persen dari total penerimaan pajak.