Pelaku Migas Butuh Insentif Country Basis Untuk Dorong Eksplorasi

Anggita Rezki Amelia
30 April 2016, 14:00
Rig
Katadata

Kontraktor minyak dan gas bumi (migas) menganggap insentif country basis yang sedang dikaji pemerintah bisa mendongkrak kegiatan eksplorasi. Mereka berharap pemerintah dapat menerapkan insentif tersebut di tengah harga minyak yang masih rendah saat ini.

penggantian biaya operasional atau cost recovery dengan skema country basis yang saat ini masih dikaji pemerintah bisa mendongkrak kegiatan eksplorasi. Untuk itu pemerintah diharapkan dapat menerapkan skema tersebut di tengah harga minyak mentah dunia yang saat ini masih rendah.  

Presiden Direktur PT Energi Pasir Hitam Indonesia (Ephindo) Sammy Hamzah mengatakan dengan kondisi harga minyak sekarang, pelaku migas membutuhkan insentif agar bisa tetap bertahan. Salah satunya country basis untuk skema penggantian biaya operasi atau cost recovery. (Baca: Pemerintah Tak Mau Obral Insentif Pengganti Biaya Operasi Migas)

Dengan skema ini kontraktor tetap bisa mengajukan cost recovery meski gagal menemukan cadangan migas di masa eksplorasi. Pemerintah akan mengganti biaya operasi blok itu dari hasil penerimaan kontraktor tersebut di blok lain yang sudah berproduksi. 

Skema ini sebenarnya sudah diterapkan di beberapa negara seperti Malaysia dan Norwegia. Sammy mengakui penerapan country basis berpotensi mengurangi pendapatan negara, terutama di blok yang sudah berproduksi. 

Namun, hal ini hanya akan terjadi dalam jangka pendek. Ini tidak hanya dirasakan pemerintah, bagi hasil kontraktor juga akan berkurang karena cost recovery makin besar. Sementara dalam jangka panjang kegiatan eksplorasi akan meningkat dan penemuan sumber migas baru akan semakin banyak.

“Tinggal pemerintah putuskan mana yang lebih penting untuk Indonesia. Apakah eksplorasi lebih menguntungkan dan mengurangi pendapatan negara jangka pendek untuk kepentingan jangka panjang,” kata dia kepada Katadata, Jumat (29/4). (Baca: Eksplorasi Minim, Cadangan Minyak Turun Hampir Empat Persen)

Dari data Kementerian ESDM, tahun lalu ada 52 sumur pengeboran dan hanya 15 sumur yang menghasilkan temuan cadangan migas baru. Padahal tahun sebelumnya ada 83 sumur yang dibor dengan 25 temuan cadangan migas. Jumlah pengeboran 2015 semakin rendah bila dibandingkan rata-rata pengeboran 2011 sampai 2013 yang mencapai 104 sumur. 

Kegiatan survei  seismic 2D dan 3D juga pada tahun lalu juga cukup rendah, hanya ada 7.281 survei. Sedangkan tahun sebelumnya ada 14,414 survei. Ini menandakan bahwa kontraktor sudah tidak lagi bersemangat melakukan kegiatan ekplorasi sejak tren penurunan harga minyak pada pertengahan 2014.

Sammy mengatakan jika kegiatan eksplorasi dapat digenjot, akan menimbulkan efek berganda terhadap perekonomian nasional. Kegiatan ini akan mendorong industri-industri penunjang bisa beroperasi. Dengan begitu lapangan kerja juga akan semakin bertambah.

Menurutnya pemerintah tidak perlu khawatir menerapkan skema tersebut. Mengingat dalam skema kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC), kontraktor juga tidak bisa sembarangan mengajukan cost recovery. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) akan tetap mengawasi proses pengajuan cost recovery. (Baca: BPK Temukan Penyimpangan Cost Recovery ConocoPhillips dan Total)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga bisa menyeleksi siapa yang berhak untuk mendapat insentif ini. Misalnya hanya kontraktor yang memiliki rekam jejak yang baik dalam eksplorasi. “Kebijakan ring fencing yang diusulkan ini kan tidak harus permanen,” ujarnya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...