Bahas Pembekuan Produksi OPEC, Indonesia Akan Bersikap Netral
KATADATA - Untuk menaikkan harga minyak dunia, negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam Organization of Petroleum Exportir Countries (OPEC) berencana mengurangi produksinya. Sebagai salah satu anggota, Pemerintah Indonesia menyatakan akan bersikap netral dalam pembahasan rencana tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan akan hadir dalam pertemuan OPEC pada 17 April 2016 di Doha, Qatar. Tema besar yang akan dibahas adalah rencana pembekuan produksi negara OPEC. Ini menyikapi rendahnya harga minyak dunia yang sudah berlangsung sejak Juli 2014. (Baca: Tertinggi Tahun Ini, Harga Minyak Amerika di Atas US$ 40)
Pemerintah menyatakan akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan dalam forum tersebut. Mengingat selain menjadi eksportir minyak, posisi Indonesia juga sebagai importir. Meski pendapatan minyak dan gas ada sedikit penurunan, Indonesia masih bisa menerima manfaat dari penurunan harga minyak. Devisa yang dikeluarkan untuk impor tidak terlalu banyak.
Meski begitu, Sudirman tidak ingin rendahnya harga minyak dunia berlangsung terlalu lama. Pemerintah Indonesia memerlukan adanya penguatan harga minyak dunia agar tidak terlalu memukul produsen minyak. Sehingga investasi di sektor hulu migas masih tetap menarik. Dia juga optimistis penguatan harga minyak tidak akan memberi tekanan pada sektor lain di luar migas.
“Itu yang akan kami sampaikan di sana (forum OPEC). Tentu saja kami mengambil posisi netral apa yang terbaik bagi harga minyak,” kata dia di Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (28/3). (Baca: Penerimaan Migas Merosot Tajam)
Dalam forum tersebut, Sudirman juga akan mencoba melobi beberapa negara produsen untuk memasok minyak ke Indonesia. Hal ini diperlukan agar Indonesia bisa memiliki cadangan penyangga nasional untuk 30 hari. Selama ini Indonesia belum punya cadangan penyangga untuk mengatasi kondisi darurat. “Kami akan mulai bicara apakah mereka bisa membantu. Meski begitu semua tergantung pada ketersediaan dan syarat dan ketentuan kerjasamanya,” ujarnya.
Anjloknya harga minyak hitam memang memukul beberapa negara OPEC, tidak terkecuali Arab Saudi. Negara yang dijuluki Negeri minyak ini bahkan dikabarkan mencari pinjaman dana dari lembaga keuangan internasional untuk menambal defisit anggarannya. Ini pertama kali dilakukan negara tersebut sejak satu dekade terakhir. Tidak hanya itu, pemerintah Saudi juga menaikkan harga jual BBM sebesar 40 persen sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi defisit anggaran sebesar. (Baca: Pemerintah Jaga Harga BBM Stabil Sampai Lebaran)
Di Indonesia, rendahnya harga minyak dunia juga berdampak pada industri hulu migas. Beberapa kontraktor migas terpaksa menunda kegiatan eksplorasinya. Bahkan ada beberapa kontraktor yang mulai mengurangi tenaga kerjanya, seperti yang dilakukan oleh Chevron Indonesia. Di sisi lain, murahnya harga minyak juga berdampak besar bagi penerimaan negara di sektor migas. Pendapatan bersih pemerintah setelah dikurangi dengan cost recovery atau klaim biaya oleh kontraktor migas hanya sebesar Rp 173 triliun. Jumlah ini merosot dibandingkan dengan penerimaan bersih pemerintah pada 2014 sebesar Rp 381 triliun.