Ketahanan Energi dalam Tahap Bahaya
KATADATA ? Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Darmawan Prasodjo melihat kondisi ketahanan energi Indonesia cukup membahayakan. Hal ini berdasarkan jumlah produksi minyak yang terus menurun, namun konsumsi terus mengalami peningkatan.
Menurut dia produksi minyak akan terus menurun hingga hanya mampu menghasilkan 500 ribu barel per hari pada 2024. Ini dengan asumsi semua proyek minyak berjalan lancar. Di sisi lain, permintan minyak terus tinggi, bahkan mencapai enam persen per tahun. Sehingga pada 2024 permintaan migas akan mencapai 2,6 juta barel per hari. Sehingga akan ada defisit sebesar 2,1 juta barel per hari. (Baca: Infografik Indonesia Bukan Lagi Eksportir Minyak)
"Ini kondisi yang berbahaya," ujar Darmawan dalam Outlook Energy Pertamina di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (4/12).
Salah satu penyebab tingginya konsumsi minyak Indonesia adalah meningkatnya masyarakat kelas menengah. Ini dilihat dari pertumbuhan mobil yang mencapai satu juta per tahun dan pertumbuhan motor mencapai 10 juta per tahun.
Dari segi kondisi cadangan minyak yang ada di Indonesia juga memprihatinkan, yaitu 30 miliar barel. Angka ini jauh dibanding Venezuela sebagai negara yang memiliki cadangan paling besar di dunia yaitu 290 miliar barel. Disusul Arab Saudi sekitar 260 miliar barel.
Dengan kondisi cadangan minyak yang tidak sebanyak Venezuela dan Arab Saudi, Indonesia harus dapat menghemat cadangan minyak dengan mengubah gaya hidup. " Indonesia harus mawas diri," ujarnya. (Baca: Infografik Indonesia Bukan Kaya Minyak)
Peringatan itu juga disampaikan Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) sebelumnya akan adanya ancaman krisis energi pada 2020. Saat itu, Indonesia tidak hanya menjadi net importir minyak, gas alam pun harus didapat dari luar negeri.
Krisis ini akan terjasi seiring meningkatnya konsumsi dan permintaan energi sedangkan produksi dan pasokan makin menurun. Ketua IATMI Bambang Ismanto mengatakan pemerintah harus memiliki terobosan-terobosan untuk menyelesaikan masalah krisis energi ini, termasuk meningkatkan produksi. "Jika tidak, krisis energi bisa benar-benar terjadi," katanya. (Baca: Waspada Krisis Energi 2020)