Jangan Lagi Model Proyek

Image title
Oleh
22 Juli 2013, 00:00
1123.jpg
Arief Kamaludin | KATADATA
Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri - KATADATA | Bernard Chaniago

Bagaimana agar proyek PNPM bisa selaras dengan proyek pembangunan lainnya?
Dalam rencana yang disusun mulai dari Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrembangdes), semestinya pembangunan tidak berdiri sendiri. Ada pembangunan yang masuk PNPM, tapi ada juga program yang masuk ke dalam program desa. Sejak dalam perencanaan sudah harus dipadukan dan diharmoniskan dari desa sampai kabupaten. Jadi, apa yang dibangun PNPM didampingi oleh program-program lain.

Bisa diberikan contoh konkretnya?
Misalnya, jika PNPM membangun jalan, Pemerintah Daerah kabupaten membangun jembatan sehingga ruas itu bisa langsung dimanfaatkan. Lalu, jika PNPM menyediakan irigasi sekunder, Pemda membangun irigasi tersiernya, sehingga air langsung masuk ke sawah. Saya mengajak seluruh kepala daerah, gubernur, dan bupati di sana untuk melihat PNPM secara utuh dan melakukan pendampingan terhadap program ini.

Mematahkan kebiasaan model proyek dalam pembangunan tentu tak mudah?
Program PNPM memang tidak seksi, karena tidak ada tender dan tidak ada keuntungan kontraktor. Padahal, pikiran dan tradisi itu telah berjalan puluhan tahun. Saya kerap menjumpai sejumlah keluhan. Satu-dua daerah merasa tidak mendapatkan apa-apa. Tapi, saatnya kita hindari itu dan kita hentikan pikiran model itu.

Selalu ada anggapan bahwa PNPM adalah program bantuan asing?
Awalnya memang dulu dibantu Bank Dunia sebagai pilot project. Bank Dunia bukan sekadar meminjamkan uang, tapi ide PNPM pun merupakan ide kita bersama. Jangan dianggap ini produk asing. Justru, menurut saya, ini pembangunan yang sesungguhnya. Pembangunan yang dirancang berdasarkan kebutuhan rakyat, diusulkan oleh rakyat, dikerjakan oleh rakyat, dan dinikmati oleh rakyat.

Masih kerap terjadi, usulan sesungguhnya ditentukan oleh elite desa?
Ketika merumuskan sebuah kebijakan, kadang ada saja bias-bias pengaruh ketokohan dan pengaruh politik di desa. Forum dikuasai oleh tokoh-tokoh berpengaruh, yang tidak tertutup kemungkinan membawa kepentingan mereka juga. Jadi, seolah-olah untuk masyarakat, tapi ternyata untuk kepentingan tokoh lokal. Karena itu, yang terpenting bagaimana mengurangi bias tersebut.

Kritik Anda terhadap pelaksanaan PNPM selama ini?
Karena persyaratan dari World Bank, kita banyak memakai konsultan. Konsultan itu ditender, tapi harus yang berpengalaman. Akhirnya yang menang itu-itu juga. Biaya untuk itu pun mahal sekali. Itu membuat kita tidak maksimal. Staf kami sedikit yang terpakai. Ini tidak memberdayakan. Semestinya dilepas pelan-pelan dari konsultan kepada kami. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa seharusnya sudah bisa menangani. Lima belas tahun belajar masak tidak bisa.

Kritik lain, yaitu tidak ada analisis dampak yang memadai terhadap program ini?
PNPM sudah berjalan 15 tahun. Sudah saatnya kita tidak hanya melihat output dan outcome. Kita harus sudah menghitung impact. Dari 15 tahun yang kita bangun itu, impact-nya apa ke masyarakat. Bukan hanya yang dilihat secara kasat mata. Misalnya, kita membangun jalan. Jalan itu manfaatnya besar atau kecil atau mungkin ada jalan lain yang lebih bermanfaat.

Wakil Presiden Boediono memandang jenis PNPM lebih baik disederhanakan. Menurut Anda?
Saya bilang dua saja, kembali ke dasarnya, yaitu PNPM perdesaan dan perkotaan. Jangan dibuat banyak-banyak, nanti tidak terkontrol dan biasnya besar.

PNPM akan berakhir di 2014?
Pembangunan dengan PNPM bisa meningkatkan partisipasi masyarakat, sekaligus menghemat biaya. Karena itu, saya berharap program ini tidak berhenti. Program-program semacam PNPM akan menjadi ikon, model pembangunan ke depan. PNPM betul-betul dirancang sebagai pembangunan yang murni bottom up. Saya akan mendorong ini sampai menjadi kekuatan pembangunan yang bisa menggeser model-model proyek. Kalaupun suatu saat program ini berhenti, spiritnya tidak boleh hilang.

Ada anggapan PNPM adalah program rezim pemerintahan saat ini?
Program ini kan sejak 1997. Program ini sudah lintas presiden, lintas partai politik. Sekali-kali kita perlu untuk tidak selalu membawa pikiran kita ke dunia politik. Kita harus melihat sebagai sebuah gagasan yang baik, yang harus dipandang secara jernih. Jika kita selalu melihat dari kacamata politik, akan menjadi tidak sehat.

Halaman:
Reporter: Redaksi
Editor: Arsip
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...