PSBB Dilonggarkan, Akankah Muncul Gelombang Kedua Virus Corona?
Pemerintah berencana melakukan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar alias PSBB. Presiden Joko Widodo meminta agar wacana ini dilakukan dengan cermat dan tidak tergesa-gesa. Keputusannya juga harus berdasarkan data-data yang ada di lapangan.
“Hati-hati mengenai pelonggaran PSBB,” kata Jokowi saat membuat rapat terbatas melalui konferensi video, Selasa (12/5).
Saat ini ada empat provinsi dan 72 kabupaten/kota yang telah menerapkan PSBB. Rencana pelonggaran status itu bertujuan untuk menjalankan kembali roda perekonomian. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam rilisnya kemarin mengatakan pelonggaran diperlukan agar masyarakat tidak kesulitan mencari nafkah.
Jokowi memberi tenggat kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk memastikan pengendalian laju penyebaran virus corona di Pulau Jawa dalam dua pekan mendatang. Pulau ini menjadi pusat pandemi corona di Indonesia. Jumlah kasusnya merupakan yang terbanyak.
Data menunjukkan 9.985 orang atau hampir 70% kasus positif corona berada di Pulau Jawa. Angka kematiannya, mencapai 814 orang atau 82% dari total jumlah pasien meninggal di RI.
(Baca: Jokowi Sebut Persyaratan Rencana Pelonggaran PSBB)
Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta agar berbagai daerah di Pulau Jawa yang jumlah kasusnya naik segera mengusulkan PSBB. Tujuannya, untuk menurunkan laju penyebaran virus corona.
Ia mencontohkan, PSBB di Jakarta. Pada 5 April lalu, sebelum pembatasan, 50% jumlah kasus Covid-19 berada di ibu kota. “Setelah PSBB, terjadi penurunan kasus menjadi 39% dari total kasus nasional,” ucapnya.
Pelonggaran PSBB Dinilai Sangat Berisiko
Namun, rencana ini pun menuai kritik dari banyak pihak. Pasalnya, hal ini bertentangan dengan kondisi kenaikan jumlah kasus dan kematian akibat corona setiap hari. “Kami melihat angka kasus masih terus naik,” ujar inisiator Kolaisi Warga untuk LaporCovid19 Irma Hidayana.
Epidemiolog dari Universitas Padjajaran Panji Fortuna Hadisoemarto mengatakan relaksasi dapt dilakukan bila jumlah kasus di Jakarta hanya 10 orang. Hal ini berdasarkan aturan Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) Amerika Serikat yang menyebut negara itu bisa kembali membuka diri jika setiap negara bagian memiliki satu kasus Covid-19 per satu juta penduduk.
Tapi pemerintah Indonesia perlu juga mempertimbangkan faktor lainnya, yaitu rasio tes dan kasus orang tanpa gejala (OTG). “Jadi, sangat berisiko untuk kembali ke aktivitas normal,” katanya.
Jumlah pasien positif Covid-19 terus bertambah setiap hari. Per 12 Mei 2020 pukul 14.30 WIB jumlahnya mencapai 14.265 kasus. Jakarta tercatat jumlahnya 5.276 kasus.
(Baca: BNPB Usul PSBB Diterapkan di Seluruh Jawa untuk Tekan Kasus Corona)
Negara Mana Saja yang Akan Lakukan Pelonggaran Pembatasan Sosial?
Rencana pelonggaran PSBB tak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara yang menunjukkan tren penurunan kasus juga melakukan langkah serupa. Presiden AS Donald Trump merupakan salah satu yang cukup vokal menyerukan pelonggaran isolasi alias lockdown.
Padahal, AS memiliki jumlah kasus terbanyak secara global, yaitu 1,385 juta orang. Jumlah yang meninggal telah tembus 81 ribu orang. Langkah Trump tersebut menimbulkan pro dan kontra. Yang mendukung beralasan pelonggaran dapat mendorong perekonomian. Sementara, yang tak sepakat menilai langkah ini hanya akan membuat lonjakan kasus Covid-19.
Pemerintah Jepang juga mempertimbangkan mengakhiri status keadaan darurat di 34 prefektur, terutama yang daerah paling tidak terdampak. Rencana ini disampaikan Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura pada sesi parlemen kemarin.
(Baca: Jokowi Beri Tenggat Pengendalian Corona di Pulau Jawa hingga Lebaran)
Ia memastikan daerah yang masih terdampak wabah, seperti Tokyo, Osaka, dan 11 prefektur lainnya, masih harus menjalani status darurat sampai akhir Mei. Jika terjadi tanda-tanda lonjakan maka status itu akan diimplementasikan kembali.
Negara bagian terbesar Australia, New South Wales, akan membuka kembali kafe dan restoran serta taman bermain dan kolam renang pada 15 Mei. Wilayah ini mencatat hanya dua kasus pada Sabtu lalu dari 10 ribu orang yang dites. Perkembangan ini membuka jalan bagi pelonggaran karantina wilayah.
New South Wales merupakan wilayah yang paling parah terdampak virus corona. Jumlahnya mencapai 45% dari total kasus positif di negara itu. "Hanya karena kami melonggarkan pembatasan bukan berarti virus menjadi kurang mematikan atau kurang menjadi ancaman," kata Perdana Menteri New South Wales Gladys Berejiklian kepada wartawan, Minggu.
(Baca: Negara-negara di Dunia Longgarkan Lockdown, Bagaimana Tahapannya?)
Pelonggaran Pembatasan Sosial Picu Gelombang Kedua Virus Corona?
Kasus baru virus corona kembali naik di Jerman, hanya dalam hitungan hari setelah para pemimpin negara bagian melonggarkan lockdown. Kanselir Angela Merkel memutuskan langkah pelonggaran pada Rabu pekan lalu. Banyak sekolah dan toko dibuka sejak keputusan itu terbit.
Lembaga ilmiah milik pemerintah, Robert Koch Institute menghitung pada Minggu kemarin jumlah kasus baru virus corona yang dikonfirmasi di Jerman naik 666 menjadi total 169.218 orang. Jumlah kematian hariannya meningkat 26 menjadi 7.395 orang.
Pemerintah Korea Selatan mulai melonggarkan kebijakan pembatasan sosial sejak 6 Mei lalu. Pertokoan dan sarana umum di sana dapat kembali beroperasi. Begitu pula dengan sekolah, universitas, taman, dan perpustakaan umum.
(Baca: Mewaspadai Bahaya Gelombang Kedua Virus Corona)
Otoritas setempat tetap meminta masyarakat menjaga jarak satu sama lain dan menjaga kesehatan pribadi. Namun, pelonggaran ini memunculkan klaster baru penyebaran virus corona.
Semua berawal dari dua orang pemuda yang pergi ke klub malam di kawasan Itaewon. Keduanya baru belakangan diketahui positif Covid-19. Sementara mereka setidaknya melakukan kontak dengan ribuan orang sejak 2 Mei lalu.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan mengatakan ada 12 orang party goers yang melakukan kontak dengan salah satu dari kedua orang tersebut. Hasil tesnya menunjukkan semua positif. Tiga di antaranya warga negara asing. Satu orang merupakan tentara negara itu.
Lembaga itu lalu melaporkan 34 kasus infeksi baru, tertinggi sejak 9 April 2020. Presiden Korea Selatan Moon Jae-in langsung mengeluarkan peringatan gelombang kedua virus corona akan datang. “(Pandemi) Ini belum berakhir sampai (masalahnya) selesai,” ucapnya pada Minggu kemarin, dikutip dari JakartaPost.
Wuhan, kota tempat wabah ini muncul di Provinsi Hubei, Tiongkok, awal pekan ini melaporkan lima kasus pertama sejak mengakhiri isolasi penuh atau lockdown pada 8 April lalu. Semua kasus diklasifikasikan tanpa gejala. Mereka tidak menunjukkan tanda-tanda klinis, seperti batuk dan demam.
BBC melaporkan, kelima orang itu dapat menyebarkan virus meskipun tidak sakit. Pemerintah di sana tidak menghitung kasus tanpa gejala dalam penghitungan resminya. Namun, ratusan kasus serupa sedang dipantau oleh otoritas kesehatan Wuhan.
(Baca: Lockdown Dilonggarkan, Kasus Corona di Tiongkok & Jerman Bertambah)