1,6 Juta Ha Lahan Gambut Terbakar, 63% Terkait Izin Konsesi Sawit

Image title
13 Mei 2020, 14:24
kebakaran lahan gambut, kebakaran hutan, konsesi sawit
ANTARA FOTO/ManggalaAqni
Foto udara, kondisi Karhutla gambut di Kecamatan Lalolae, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Kamis (28/11/2019).

Tingginya pembukaan lahan sawit baru pada 2019 menjadi salah satu penyebab 1,6 juta hektare (ha) lahan gambut terbakar di Indonesia. Pasalnya 63% dari luas lahan yang terbakar antara 2015 - 2019 merupakan area lahan baru yang dibuka dengan cara dibakar.

Geographic Information System (GIS) Specialist Yayasan Madani Berkelanjutan Fadli Ahmad Naufal menyebutkan lima provinsi yang menyumbangkan kebakaran hutan terbesar yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Kalimatan Selatan dan Sumatera Selatan. Mayoritas kebakaran yang terjadi di provinsi tersebut berada pada kawasan gambut.

"Lebih dari satu juta ha area terbakar di tahun 2019 atau sekitar 63% adalah area baru dari periode 2015 - 2019 dan erat kaitannya dengan izin konsensi sawit dan hutan tanaman industri," kata dia dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (13/5).

Fadli menjelaskan, dari luas kebakaran hutan di lahan gambut 44% berada dalam kawasan lahan gambut yang dilindungi. Sementara itu, dua provinsi yang merupakan daerah dengan prioritas restorasi gambut yakni Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah.

(Baca: Walhi: Lokasi Program Alih Fungsi Lahan Jokowi Ada di Area Konservasi)

Sedangkan tiga provinsi merupakan wilayah dengan penambahan lahan sawit yang tertinggi dalam periode 2015 - 2019.

"Setiap tahunnya di Kalimantan Barat ada penambahan 129 ribu ha, Kalimantan Tengah 127 ribu dan Sumatera Selatan 78 ribu ha. Artinya ada korelasi dengan area yang baru terbakar di tiga provinsi tertinggi dengan laju penambahan luas perkebunan sawit," kata dia.

Direktur Perbaikan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Medi Herlianto mengatakan penanganan kebakaran hutan pada tahun lalu sangat terlambat sehingga penyebarannya sudah begitu luas. Hal ini terjadi karena lamanya proses penetapan status darurat yang dilakukan pemerintah setempat.

Akibatnya BNPB Pusat tidak dapat segera turun tangan menangani permasalahan. Selain itu, hampir seluruh penyebab kebakaran hutan karena ulah manusia yang membuka lahan dengan cara dibakar sehingga titik api sulit untuk ditekan dan terus bertambah.

(Baca: Jokowi: Rugi Karhutla Capai Ratusan Triliun, Kepolisian Harus Tegas)

"Bukan pemadaman lagi yang dilakukan tapi merubah konsep penanganan yaitu pencegahan dengan upaya mengubah pemikiran masyarakat karena 99% lahan itu sengaja dibakar dan mereka dibayar. Ini harus diubah dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata dia.

Di sisi lain, Bank Dunia melaporkan total kerugian ekonomi dari kebakaran hutan di Indonesia pada 2019 mencapai US$ 5,2 miliar atau sekitar Rp 72,9 triliun. Nilai tersebut setara dengan 0,5 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Mengutip Reuters, estimasi tersebut berdasarkan kajian pada delapan provinsi yang terdampak kebakaran pada Juni hingga Oktober 2019. Meski begitu, analis Bank Dunia menyebutkan kebakaran terus berlanjut hingga November. “Kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap menyebabkan dampak ekonomi negatif yang signifikan,” demikian bunyi laporan tersebut.

Bank Dunia memperkirakan kerusakan langsung terhadap aset mencapai US$ 157 juta, sedangkan kerugian dari kegiatan ekonomi mencapai US$ 5 miliar.

Dampaknya, lebih dari 900 ribu orang terserang sakit pernafasan, 12 bandara nasional berhenti beroperasi, dan ratusan sekolah di Indonesia, Malaysia, dan Singapura ditutup karena kebakaran. Selain itu, asap kebakaran memicu konflik diplomatik antara Kuala Lumpur dan Jakarta.

(Baca: BNPB Habiskan Rp 6,7 T untuk Penanganan Bencana, Karhutla Paling Besar)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...