DPR Minta Pemerintah Tangani Pengungsi Rohingya di Aceh Secara Formal
Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi meminta pemerintah menangani secara formal dan menyiapkan infrastruktur tes covid-19 terhadap 94 warga entis Rohingya yang dievakuasi oleh warga Aceh pada 24 Juni. Hal ini karena menurutnya mereka tiba saat pandemi virus corona.
Bobby mengatakan, meskipun empati kemanusiaan diutamakan untuk etnis Rohingya yang masuk ke wilayah Indonesia, tapi pemerintah juga perlu mempertimbangkan masalah kesehatan di tengah pandemi.
Pemerintah daerah, menurut dia, perlu menangani kedatangan warga etnis Rohingya secara formal. Di sisi lain, sebagai antisipasi dampak covid-19, pemerintah pusat menurutnya harus juga menyediakan infrastruktur tes Covid-19 kepada warga negara asing yang datang.
"Pemerintah pusat bisa mengirim alat Polymerase Chain Reaction (PCR) swab test covid-19 agar kekhawatiran penyebaran pandemi bisa langsung terjawab," kata Bobby kepada Katadata.co.id, Minggu (28/6). "Hal ini juga sebagai bentuk dukungan dan juga upaya melindungi warga lokal," imbuhnya.
(Baca: Kasus Covid-19 Global Lebih dari 10 Juta Orang, 498.274 Meninggal)
Menurut Bobby sejauh ini memang Indonesia tidak meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi internasional yang mengharuskan negara tujuan suaka memenuhi kebutuhan dasar pengungsi di wilayahnya. Dengan begitu, sebenarnya Indonesia bisa saja tidak menerima kedatangan para pengungsi.
Namun, menurut Bobby, masyarakat Aceh mengutamakan empati dan rasa kemanusiaan apabila ada manusia yang nyawanya terancam dan terkatung-katung di lautan. Pemerintah Aceh pun pada sekitar 2015 sudah memiliki pengalaman dalam mengelola ribuan pengungsi dari etnis Rohingya.
Hal sama disampaikan Pengamat Hubungan Internasional UIN Jakarta, Badrus Sholeh. Menurutnya, meskipun tidak meratifikasi Konvensi 1951, tapi Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan Surat Keputusan Presiden khusus yang mengatur bantuan terhadap pengungsi Rohingya.
"Ini untuk menutup kekurangan payung hukum Indonesia yang tidak ratifikasi Konvensi 1951," kata dia kepada Katadata.co.id, Minggu (28/6).
Di sisi lain, Pemda Aceh dan masyarakat juga menerima dengan tangan terbuka sejak awal kedatangan warga etnis Rohingya. "Kondisi covid-19 tidak memgurangi kepedulian pemerintah dan warga membantu pengungsi Rohingya," kata dia.
(Baca: BP2MI Jamin Kepulangan Pekerja Migran Sampai Rumah Selama Covid-19)
Meski begitu, ia menilai risiko kesehatan warga lokal tetap ada apalagi di tengah pandemi. Untuk itu, menurutnya pengungsi memerlukan screening kesehatan lebih ketat dan perawatan pada masa pandemi.
Dari sisi ekonomi pun menurutnya Kemampuan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat akan berkurang untuk memenuhi kebutuhan pengungsi, sebab saat pandemi anggaran pemerintah dalam kondisi belum stabil. Sehingga, menurut Badrus, perlu bantuan dunia internasional yang lebih untuk mengurusi pengungsi.
Sebelumnya diberitakan, 94 warga etnis Rohingya yang telah lama bertahan di kapal motor nelayan Aceh di kawasan Pantai Lancuk Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara dievakuasi ke daratan pantai. Pengungsi etnis Rohingya yang diselamatkan nelayan Aceh itu terdiri dari laki-laki 15 orang, perempuan 49 orang dan anak-anak 30 orang.
(Baca: Kemenperin Siap Kendalikan Impor Demi Pacu Permintaan Produk Domestik)