Tujuh Syarat Minimal Sekolah Dapat Tatap Muka di Zona Hijau
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengizinkan kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka bagi sekolah yang berada di zona hijau alias wilayah terbebas dari kasus baru virus corona. Namun, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyebutkan setidaknya ada tujuh syarat minimal alias daftar periksa bagi sekolah agar pelaksanaan pembelajaran tersebut dapat direalisasikan.
Anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan, syarat pertama, sekolah harus menyediakan sarana sanitasi yang meliputi hand sanitizer atau tempat cuci tangan, dan disinfektan. Kedua, tersedianya akses layanan kesehatan.
Ketiga, siap menerapkan area wajib masker di sekolah. Keempat, sekolah wajib memiliki thermo gun alias alat pengukur suhu tubuh.
(Baca: Panduan Bersekolah di Era Normal Baru)
Kelima, memetakan warga sekolah yang tidak boleh berkegiatan di lingkungan tersebut. "Antara lain mereka yang memiliki penyakit medis penyerta atau komorbid, tidak mempunyai akses transportasi yang mewajibkan jaga jarak, memiliki riyawat perjalanan dari zona kuning, oranye dan merah atau riwayat kontak dengan orang yang positif Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri selama 14 hari," ujar Reisa di Gedung BNPB, Jakarta, Sabtu (4/7).
Keenam, penyusunan kesepakatan bersama di komite sekolah untuk memulai pembelajaran tatap muka. Ketujuh, orang tua atau wali murid harus memeriksa kondisi kesehatan anak sehingga mereka siap untuk mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. "Jangan memaksa. Pastikan (anak) siap secara fisik, mental, lahir dan batin," ujar dia.
Reisa juga mengungkapkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pembelajaran secara online tetap optimal, di antaranya, siswa dan guru harus bergembira dan tidak stres. Selain itu, semua pihak, baik guru dan siswa harus dipastikan telah paham terkait cara operasi alat atau teknologi yang digunakan.
(Baca: Terobosan Nadiem, Guru Penggerak yang Seperti Pasukan Elite Kopassus)
Guru sebaiknya membagi kelas dalam kelompok belajar yang kecil, sehingga pembelajaran berbasis diskusi secara berkelompok akan membuat waktu belajar lebih efektif. Guru dan murid harus sepakat untuk pengerjaan tugas kelompok yang menciptakan tantangan atau lomba yang memerlukan kolaborasi.
Para guru juga harus meluangkan waktu untuk murid yang tertinggal atau kurang dapat memahami sesi yang diajarkan. "Tujuannya, untuk memastikan semua murid memiliki pemahaman yang sama," ujar Reisa
Menurutnya, guru sebaiknya fokus pada mata pelajaran yang ikut membantu pembelajaran murid di mata pelajaran apapun. Para guru juga perlu mengamati, meniru dan memodifikasi cara guru lain dalam pembelajaran.
(Baca: Anies Belum Izinkan Sekolah Buka Saat Perpanjangan PSBB Transisi )
"Ingat proses belajar jarak jauh bukan memindahkan kelas dari ruang fisik ke digital. Cara membuat sesi online menjadi riang gembira dan penuh interaksi, serta mudah mentransfer ilmu pengetahuan adalah dengan berkreasi dan tentunya dengan bekerja sama," ujar Reisa.
Para orang tua siswa juga harus bisa terlibat dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini sangat penting bagi proses pembelajaran murid.