Bahaya di Balik Penerapan Ganjil Genap saat PSBB Transisi DKI Jakarta
Penerapan aturan sistem nomor pelat kendaraan ganjil genap di 25 ruas jalan protokol DKI Jakarta menuai kritik. Kebijakan yang berlaku mulai Senin lalu (3/8) itu dinilai tergesa-gesa di saat pandemi corona belum teratasi di ibu kota.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho mengatakan aturan itu bukan solusi menyelesaikan masalah kemacetan selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. “Keputusan yang tergesa-gesa dan tidak memiliki perspektif utuh tentang kebencanaan,” ucapnya dalam keterangan tertulis kemarin.
Masalah utama kemacetan, menurut dia, adalah tingginya jumlah pelaju dari wilayah penyangga Jakarta di jam-jam sibuk. Penumpukan penumpang juga terjadi di transportasi publik, termasuk kereta rel listril atau KRL.
Tingginya laju pelaju dan penumpang karena banyak kantor dan instansi pemerintah yang tidak patuh dalam membatasi jumlah pegawai yang masuk kerja. “Lembaga dan perusahaan ini tetap menerapkan jumlah karyawan yang masuk di atas 50%,” kata Teguh.
Ombudsman pada Juni lalu memperoleh fakta kenaikan pengguna transportasi pribadi dan publik sejak pemberlakuan PSBB transisi 1 dan 2. Angka kepadatan lalu lintas pada jam sibuk di ruas tol dan arus jalan dalam kota sudah mencapai kepadatan 96% dari angka normal sebelum pandemi Covid-19.
PT KCI pun mencatatkan pertumbuhan penumpang KRL mencapai angka 4-7% per minggunya. "Pada Juli 2020 tercatat angka tertingginya mencapai 420 ribu penumpang per hari atau mendekati angka psikologis 50% dari total penumpang harian sebelum pandemi corona berlangsung," ujar Teguh.
Karena itu, penerapan ganjil-genap mobil tanpa menyelesaikan pengawasan protokoler kesehatan Covid-19 hanya mengalihkan para pelaju dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Ia khawatir aturan ini justru memicu kemunculan klaster baru di transportasi publik.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya kembali memberlakukan sistem nomor polisi ganjil genap kendaraan. Selama tiga hari, hingga 6 Agustus 2020, kepolisian masih menerapkan sosialisasi bagi kendaraan roda empat yang melanggar aturan ini. Waktu penerapan sistem tersebut pada pukul 06.00-10.00 WIB dan pukul 16.00-21.00 WIB.
Pengamat kebijakan transportasi, Azas Tigor Nainggolan berpendapat sistem ganjil genap tak ada hubungannya dengan upaya menekan mobilitas warga Jakarta, seperti klaim Pemprov DKI. Pasalnya, tujuan awal sistem ini adalah mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi, bukan menekan mobilitas warga.
Selain itu, sistem ganjil genap dirancang saat keadaan normal, bukan saat pandemi. "Jadi, menurut saya salah jika Pemprov ingin tetap menerapkan kebijakan ganjil genap pada masa pandemi Covid-19," ujar Tigor, dikutip dari Kompas.com.
Jumlah Kendaraan yang Melintas Naik Saat PSBB Transisi
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut sistem ganjil genap merupakan kebijakan rem darurat (emergency break) untuk mencegah klaster Covid-19 perkantoran. Hal ini diatur melalui Peraturan Gubernur nomor 51 tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB Transisi.
"Dalam Pergub itu juga telah diatur dalam situasi tertentu ada dua emergency break yang bisa diterapkan Pemprov DKI Jakarta, salah satunya mekanisme ganjil-genap kendaraan," kata Syafrin.
Tujuannya agar prinsip jaga jarak, baik di lingkungan kantor serta di pusat-pusat kegiatan, dapat diterapkan. Kebijakan sistem pelat nomor kendaraan ganjil genap menjadi satu instrumen untuk membatasi pergerakan orang.
Dinas Perhubungan menghitung volume lalu lintas di Jakarta terus mengalami kenaikan setiap hari selama pelaksanaan PSBB transisi. "Bahkan volume lalu lintas di beberapa titik Jakarta telah melampaui sebelum masa pandemi Covid-19," ujarnya.
Contohnya, di area Cipete, Jakarta Selatan. Ketika pandemi virus corona belum terjadi, jumlah mobil yang melintas sekitar 74 ribu kendaraan per hari. Saat PSBB transisi angkanya menjadi 75 ribu kendaraan per hari.
Di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, rata-rata volume lalu lintas sebelum masa pandemi sekitar 127 ribu kendaraan per hari. Tetapi saat ini, kondisinya sudah sekitar 145 ribu kendaraan per hari.
Klaster Perkantoran Picu Kenaikan Kasus Covid-19 di Jakarta
Berdasarkan data Bonza, angka reproduksi atau Rt virus corona DKI Jakarta masih berflutuasi. Rata-rata angkanya masih 1,15 dalam dua pekan terakhir, lebih tinggi dari batas aman di 1,0. Kondisi ini membuat pemerintah provinsi DKI Jakarta memutuskan memperpanjang PSBB transisi hingga 13 Agustus 2020.
Salah satu klaster yang membuat angka kasus dan Rt naik adalah munculnya klaster perkantoran di ibu kota. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 merilis total kasusnya pada 4 Juni hingga 28 Juli 2020, yakni 141 kasus di 34 klaster.
Sebanyak 139 kasus tersebar di 20 kementerian dan 92 kasus berasal dari 14 perusahaan swasta. Kasus positif virus corona juga ditemukan di delapan perusahaan BUMN (35 kasus), 10 badan atau lembaga (25 kasus), dan kepolisian (4 kasus).
Adapun, total kasus positif dari klaster perkantoran meningkat drastis dibandingkan pada masa PSBB. Sebelum 4 Juni 2020, jumlahnya hanya sebanyak 43 kasus di Ibu Kota.