16 Perusahaan Digital Asing Bisa Pungut PPN 10%, Bagaimana Potensinya?

Image title
10 Agustus 2020, 13:02
Ilustrasi. 16 perusahaan digital asing bisa pungut PPN sebesar 10%. Pengamat menilainya bisa menggenjot pendapatan perpajakan.
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Ilustrasi. 16 perusahaan digital asing bisa pungut PPN sebesar 10%. Pengamat menilainya bisa menggenjot pendapatan perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menetapkan 16 perusahaan asing sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa digital yang dijual di Indonesia. Penetapan seluruh perusahaan tersebut melalui dua tahap, yakni pada Juli dan Agustus 2020.

Pemungutan pajak digital perusahaan asing beroperasi di Indonesia ditetapkan melalui Pertaturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 yang terbit pada 5 Mei lalu. Peraturan ini merupakan turunan dari Pertatuan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara.

Pasal 4 ayat (1) poin (b) Perppu tersebut menyatakan, kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) terlasuk salah satu kebijakan perpajakan yang ditetapkan. Lalu, Pasal 6 ayat (1) mengatur pajak yang dikenakan kepada pelaku PMSE asing atau perusahaan digital asing, adalah PPN atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah.

Bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban tersebut, seperti termaktub dalam Pasal 7 Perppu 1/2020 akan terkena sanksi pemutusan akses setelah diberi teguran, selain sanksi administrative sesuai peraturan perundang-undangan. Pemutusan akses dilakukan Kemenkominfo berdasarkan permintaan Kemenkeu.

Dalam Pasal 6 PMK 48/2020, besaran PPN yang wajib dipungut perusahaan adalah 10%. Peraturan ini pun mulai berlaku pada 1 Juli lalu. Sementara, kriteria perusahaan yang bisa memungut pajak termaktub dalam Pasal 4 beleid ini. Namun, kriteria tersebut masih umum seperti bernilai transaksi dengan pembeli barang dan/atau penerima jasa di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan dan jumlah trafik atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan.

Pada 1 Juli lalu, DJP telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-12/PJ/2020 yang berisi teknis pemungutan PPN digital. Pasal 4 beleid ini merinci kriteria perusahaan yang bisa menjadi pemungut adalah, memiliki nilai transaksi pembeli di Indonesia melebihi Rp 600 juta dalam setahun atau Rp 50 juta dalam sebulan dan memiliki trafik atau pengakses 12 ribu dalam setahun atau seribu dalam sebulan.

Daftar Perusahaan Asing Pemungut PPPN Digital

Berdasarkan kriteria tersebut, pada Juli lalu DJP menetapkan enam perusahaan asing yang berhak memungut PPN digital, yakni sebagai berikut:

  • Amazon Web Services Inc.
  • Google Asia Pacific Pte. Ltd.
  • Google LLC.
  • Google Ireland Ltd.
  • Netflix International B.V.
  • Spotify AB

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorar Jenderal Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menyatakan, seluruh perusahaan tersebut aktif memungut pajak per 1 Agustus 2020. Pemungutan PPN pada bulan ini pun baru akan disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya.

“Jadi PPN atas produk digial dari enam perusahaan digital luar negeri tersebut selama Agustus ini baru akan disetor paling lambat akhir September,” kata Yoga kepada Katadata.co.id, Senin (3/8).

Pada 7 Agustus lalu, DJP pun telah menunjuk sepuluh perusahaan digital asing lain sebagai pemungut pajak, yakni sebagai berikut:

  • Facebook Ireland Ltd
  • Facebook Payments International Ltd
  • Facebook Technologies International Ltd
  • Amazon Services LLC
  • Audible, Inc
  • Alexa Internet
  • Audible Ltd
  • Apple Distribution International Ltd
  • Tiktot Pte. Ltd
  • The Walt Disney Company (South East Asia) Pte. Ltd

Yoga dalam keterangan resminya pada 7 Agustus menyatakan, kesepuluh perusahaan tersebut akan aktif memungut PPN mulai 1 September 2020. Besaran pajak 10% yang mereka pungut wajib dicantumkan pada kuitansi atau invoice penjualan sebagai bukti pungutan PPN.

DJP, kata Yoga, terus mengidentifikasi dan aktif menjalin komunikasi dengan sejumlah perusahaan lain yang menjual produk digital luar negeri ke Indonesia. Hal ini bertujuan menyosialisasikan dan mengetahui kesiapan perusahaan digital agar jumlah pemungutnya bisa terus bertambah.

“Kami berharap seluruh perusahaan yang telah memenuhi kriteria, termasukj penjualan Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta per bulan dapat mengambil inisiatif dan menginformasikan supaya proses persiapan penunjukan termasuk sosialisasi secara one-on-one dapat segera dilaksanakan,” katanya.

Bepotensi Tingkatkan Pendapatan Pajak

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti menilai penerapan pajak digital bisa berkontribusi besar keada pendapatan pajak negara yang sedang anjlok terpukul pandemi virus corona. Hal ini lantaran saat ini semakin banyak bisnis berbasis offline yang bergeser ke daring.

Pukulan terhadap perpajakan di tengah pandemi, bisa dilihat dalam Databoks di bawah ini:

 

Selain itu, menurutnya, kebijakan ini bisa menciptakan perlakuan setara antara pelaku bisnis digital dalam dan luar negeri. Mengingat, selama ini pelaku bisnis digital asing belum terkena pajak.

“Yang penting adalah pemerintah sudah menggunakan unsur keadilan dalam mengenakan pajak atas perusahaan internasional berbasis digital,” katanya, melansir Antara.

Potensi besar pajak digital juga sudah pernah dipetakan Kementerian Keuangan dalam naskah akademik RUU Omnibus Law Perpajakan pada Februai lalu. Ada tujuh jenis transaksi barang digital yang dipetakan, yakni: Pertama, dari transaksi sistem perangkat lunak dan aplikasi yang bernilai Rp 14,06 triliun.

Kedua, dari layanan gim, video, dan musik yang mencapai Rp 880 miliar. Ketiga, dari penjualan film yang bernilai Rp 7,65 triliun. Keempat, dari transaksi perangkat lunak khusus semisal peranhkat desain yang mencapai Rp 1,77 trilun.

Kelima, dari transaksi perangkat lunak gawai senilai Rp 44,7 triliun. Keenam, dari transaksi hak siar layanan televisi berlangganan sebesar Rp 16,49 triliun. Ketujuh, dari media sosial dan layanan over the top senilai Rp 17,07 triliun.

Total dari ketujuh jenis tersebut senilai Rp 104,4 triliun. Sehingga, potensi PPN 10% adalah sebesar Rp 10,4 triliun.

Potensi tersebut sangat mungkin bertambah karena, seperti data eMarketer pada 2018, penonton/pengunduh video digital di Indonesia diproyeksikan terus bertambah mencapai 100,4 juta orang pada 2021. Besar kemungkinan pengguna Netflix dan penyedia video on demand (VoD) lain akan tumbuh. 

Data ITU pada 2019 pun memperkirakan nilai transaksi digital perdagangan elektronik di Indonesia akan mencapai US$ 82 miliar pada 2025. Lebih tinggi dari Vietnam yang diproyeksikan mencapai US$ 23 miliar, juga Thailand yang sebesar US$ 18 miliar pada 2025. 

Selain itu, Netflix yang telah ditetapkan sebagai pemungut PPN digital penggunanya diproyeksikan Nakono.com akan mencapai 906,7 ribu pada 2020 di Indonesia. Seperti terlihat dalam Databoks di bawah ini:

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...