Setiap Libur Panjang, Kenaikan Kasus Covid-19 Bisa Lebih dari 100%
Libur panjang turut memberikan andil pada kenaikan kasus Covid-19. Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mencatat, libur panjang dapat menaikkan penularan virus corona hingga di atas 100%.
Hal ini tercermin dari libur Lebaran, akhir pekan panjang pada Agustus lalu serta libur pada 28 Oktober hingga 1 November. "Naiknya 50% sampai dengan lebih dari 100%. Dan makin ke sini naiknya semakin menggila," kata Wiku dalam sebuah acara di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Jumat (4/12).
Menurutnya, kenaikan kasus Covid-19 biasanya terdeteksi pada 10-14 hari setelah libur panjang sesuai masa inkubasi virus. Penyebabnya, masyarakat cenderung beraktivitas di luar rumah dan mendatangi tempat-tempat yang ramai saat liburan. Protokol Kesehatan melalui Gerakan 3M, yakni menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun pun sering terlewat.
Wiku pun mengingatkan agar masyarakat lebih disiplin menjalankan protokol Kesehatan, termasuk saat masa liburan akhir tahun mendatang. Sebab, meski cuti Bersama dipotong tiga hari, masih ada dua akhir pekan panjang atau long weekend pada peringatan Natal dan Tahun Baru.
Ia pun mengajak Indonesia agar bercermin dari keberhasilan pengendalian kasus Covid-19 di Thailand. Negeri Gajah Putih itu merupakan negara pertama yang terkena kasus Covid-19 di Asia Tenggara. Namun, kasus Covid-19 di wilayah tersebut terbilang kecil, sebab Thailand memiliki sistem kesehatan yang baik.
"Bahkan, nama kementerian di sana ialah Kementerian Kesehatan Masyarakat, jadi mengakar sampai masyarakat," ujar dia.
Berikut adalah Databoks kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia:
Selain itu, pimpinan negara Thailand juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kesehatan sejak sebelum pandemi. Oleh karena itu, negara tersebut memiliki investasi sistem kesehatan serta pelacakan atau surveilans yang berfungsi dengan baik.
Sedangkan, Wiku menilai sistem dan surveilans kesehatan di Indonesia sudah terlambat dibandingkan Thailand. "Namun bukan berarti kita tidak bisa mengejar," katanya.
Ia pun mengajak seluruh pihak untuk memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia. Masyarakat juga diharapkan menjadi garda terdepan dalam memutus rantai penularan Covid-19.
Peningkatan kasus juga terjadi karena kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan menurun, terutama sejak libur panjang akhir Oktober 2020. Berdasarkan website resmi bersatudalamcovid.id, persentase kepatuhan memakai masker hanya mencapai 59,2% dan jaga jarak 43,36%.
Sebelumnya, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Daeng M. Faqih mengatakan, beban rumah sakit dan tenaga kesehatan akan semakin berat jika terjadi lonjakan kasus virus corona. Terlebih lagi, sudah lebih dari 180 dokter dan 114 perawat yang gugur karena tertular Covid-18.
Dia pun meminta pemerintah menjaga tenaga kesehatan dengan menekan penularan virus corona. Jika semakin banyak tenaga kesahatan yang gugur, semakin sedikit pasien yang dapat ditangani oleh dokter dan perawat.
Itu lantaran satu orang dokter di Indonesia dibutuhkan oleh 5.000 hingga 100.000 penduduk. Di sisi lain, untuk menghasilkan satu dokter spesialis dibutuhkan waktu 10-15 tahun dengan biaya yang tidak murah. "Jika satu orang dokter meninggal, ada 5.000-100.000 orang yang tidak dilayani dokter. Sayang sekali jika petugas kesehatan sampai meninggal," ujarnya.
Selain itu, dia meminta semua pihak menekan penularan virus corona. Sehingga tidak semakin banyak pasien yang dirawat di rumah sakit. Jika semakin banyak pasien Covid-19, risiko tenaga kesehatan tertular virus corona pun semakin tinggi. "Supaya tidak tertular Covid-19, terapkan 3M, harus komitmen dan disiplin," katanya.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan