Keresahan Usaha Mal-Restoran Hadapi Pembatasan Operasi di Akhir Tahun
Pemerintah akan memberlakukan kebijakan pengetatan aktivitas masyarakat selama libur Natal dan Tahun Baru demi mencegah kenaikan kasus Covid-19. Salah satu langkah yang akan diambil adalah pembatasan jam operasional mal, restoran, dan tempat hiburan.
Namun rencana pemerintah memperketat operasional pusat perbelanjaan dan kafe mulai mendapatkan tanggapan negatif. Peritel modern menganggap pembatasan jam operasi ini berpotensi memukul mereka kembali.
Makanya, peritel meminta jam operasi normal tetap berlaku. Apalagi menurut mereka, pusat perbelanjaan dan ritel modern bukanlah klaster Covid-19 lantaran konsisten menerapkan protokol kesehatan.
“Kami berharap pemerintah pusat dan daerah bijaksana mengambil langkah seimbang gas dan rem penanggulangan Covid-19 dan menggerakkan ekonomi secara paralel,” kata Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey dalam keterangan tertulis, Rabu (17/12).
Roy mengatakan jika beroperasi penuh, maka masyarakat bisa memenuhi kebutuhan saat libur Natal dan Tahun Baru. Apalagi menurutnya, peritel modern sedang berjuang bangkit usai dihantam pandemi di masa liburan sekolah dan lebaran pertengahan 2020.
“Terpuruknya omzet yang drastis terlihat dari tergerusnya konsumsi rumah tangga sebagai pembentuk PDB hingga minus 20,6%,” kata Roy.
Selain itu pembatasan ini berpotensi berujung pada pengendalian biaya operasional dan berdampak pada penutupan gerai. Jika ini terjadi, maka pemasok yang terdiri dari manufaktur dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang akan terkena dampak.
“Dan akan terus berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berdampak menggerus daya beli,” katanya.
Padahal Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) dua pekan lalu telah meramal kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan menjelang dan saat Natal dan Tahun Baru tahun ini akan berbeda dengan tahun sebelumnya.
Meski ada kenaikan, tapi mereka memprediksi realisasi pengunjung tak setinggi tahun sebelumnya lantaran pandemi. "Prediksinya tahun ini hanya mencapai 50% dari tahun lalu," kata Wakil Ketua Umum APBBI Alphonzus Widjaja Alphonzus kepada Katadata.co.id, Rabu (3/12).
Restoran
Sedangkan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani memprediksi pembatasan jam operasional akan berdampak terhadap kapasitas terutama di jam ramai malam hari.
“Kalau diterapkan, mereka akan mendapatkan banyak pendapatan di waktu siang, tapi sedikit di malam hari,” kata Hariyadi, Rabu (16/12).
Hariyadi berharap tak ada operasional restoran dan kafe yang dihentikan mengingat pengusaha restoran dan kafe sudah berdarah-darah saat PSBB April dan Oktober. “Harapannya akan dievaluasi lagi setelah operasional diturunkan jadi jam 19.00,” katanya.
Dia juga mengklaim terus menjamurnya layanan pengiriman makanan secara daring belum tentu berdampak positif bagi pengusaha. Menurutnya, masih ada konsumen yang mencari suasana makan di tempat. “Itu yang tak bisa digantikan online,” ujarnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Mereka hanya bisa beroperasi hingga pukul 19.00 untuk wilayah Jabodetabek dan 20.00 untuk zona merah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
"Supaya penambahan kasus dan kematian bisa terkendali dengan dampak ekonomi yang relatif minimal," ujar Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan, Selasa (15/12).
Sedangkan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 awal November lalu sempat menyampaikan bahwa kepatuhan warga menjaga protokol kesehatan 3M saat libur akhir Oktober belum sepenuhnya berjalan baik.
"Terlihat di dua lokasi inimasyarakat belum sepenuhnya memakai masker dan menjaga jarak," kata jur bicara Satgas Wiku Adisasmito dalam konferensi pers, Kamis (5/11),
Adapun hingga pekan kedua Desember, Satgas melaporkan sebanyak 64 kabupaten/kotamadya masuk dalam kategori zona merah atau berisiko tinggi penularan. Jumlah terbanyak berada di Jawa Tengah yakni 17 kabupaten/kotamadya.