Pengusaha Tahu Tempe Bakal Naikkan Harga usai Mogok Produksi
Sebanyak 5.000 pelaku Usaha Kecil Menengah yang tergabung Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia DKI Jakarta menghentikan sementara proses produksi pada 1-3 Januari 2021 memprotes harga kedelai yang melonjak. Puskopti juga telah mengimbau kepada anggotanya untuk menaikkan harga jual minimal 20%.
Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo, mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap kenaikan harga bahan baku kedelai dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram. "Mulai 1 Januari 2021 sampai 3 Januari 2021 para pengrajin tempe tahu, berhenti produksi," kata Handoko, seperti dikutip dari Antara.
Handoko mengatakan aksi mogok produksi itu telah disampaikan kepada sekitar 5.000 produsen maupun pedagang tahu dan tempe di DKI Jakarta melalui surat nomor 01/Puskopti/DKI/XII/2020 yang dikeluarkan Puskopti DKI Jakarta pada 28 Desember 2020. Seruan mogok kerja itu juga disampaikan Handoko kepada jajaran pengurus di wilayah Provinsi Jawa Barat.
"Malam Sabtu sampai malam Minggu, tanggal 2 Januari 2021 semua tidak berjualan. Malam Senin tanggal 3 Januari 2021 sudah ada penjualan di pasar," ujarnya.
Namun Puskopti mengimbau kepada seluruh anggota untuk menaikkan harga jual tahu dan tempe minimal 20 persen dari harga awal untuk mengantisipasi kerugian. Komunikasi juga telah disampaikan kepada pedagang tahu tempe di Jawa Barat untuk menerapkan hal yang sama.
Kendati mogok produksi, para produsen dilarang untuk ntuk berbuat anarkis atau melanggar aturan hukum."Perbuatan melanggar hukum ditanggung sendiri akibatnya," katanya.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan menjamin tahu dan tempe akan tetap tersedia di pasaran. – Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan stok kedelai dipastikan cukup untuk kebutuhan industri tahu dan tempe nasional.
“Kementerian Perdagangan terus mendukung industri tahu tempe Indonesia. Dengan rencana penyesuaian harga, diharapkan masyarakat akan tetap dapat mengonsumsi tahu dan tempe yang diproduksi oleh perajin,” kata Suhanto dalam siaran pers.
Berdasarkan data Asosiasi Importir Kedelai Indonesia, para importir menyediakan stok kedelai di gudang 450.000 ton. “Apabila kebutuhan kedelai untuk para anggota Gakoptindo sebesar 150.000—160.000 ton/bulan, maka stok tersebut seharusnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 2—3 bulan mendatang,” ujarnya.
Ia menjelaskan, harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95/bushels, naik 9 persen pada Desember dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92/bushels. Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar 461 USD/ton, naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 435 USD/ton.
Faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia, menurut dia, diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020 permintaan kedelai Tiongkok naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah. Hal ini menghambat pasokan negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.
“Untuk itu perlu dilakukan antisipasi pasokan kedelai oleh para importir karena stok saat ini tidak dapat segera ditambah mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas.,” katanya.
Suhanto berharap importir yang masih memiliki stok kedelai untuk dapat memasok kebutuhan anggota Gakoptindo dengan tidak menaikan harga. Berdasarkan data BPS, saat ini harga rata-rata nasional kedelai pada Desember 2020 sebesar Rp11.298/kg. Harga ini turun 0,37 persen dibanding November 2020 dan turun 8,54 persen dibandingkan Desemeber 2019.