Malu Dibahas di ASEAN Summit, Jokowi Minta Tak Ada Lagi Karhutla
Presiden Joko Widodo mengaku malu lantaran kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sempat dibahas oleh negara lain saat ASEAN Summit. Ia pun meminta agar jangan sampai kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali terjadi.
"Di ASEAN Summit, ada satu, dua, tiga negara membicarakan soal ini. Dalam 5 tahun ini, sudah tidak ada. Jangan sampai dibuat ada lagi, malu kita," kata Jokowi dalam Pengarahan Presiden kepada Peserta Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2).
Ia khawatir, negara lain menilai Indonesia tidak bisa menyelesaikan masalah karhutla.
Adapun, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Kepala Kepolisian Resor (Kapolres), Komando Resor Militer (Danrem), dan Komandan Kodim (Dandim) yang tidak bisa menangani karhutla dengan baik akan dikenakan sanksi berupa pencopotan. Jokowi menekankan adanya aturan tersebut agar pejabat baru dapat mengetahui sanksi yang berlaku.
Berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebagian besar wilayah Indonesia masih mendapatkan hujan menengah sampai tinggi hingga April 2021. Namun, fase transisi dari musim hujan ke kemarau diperkirakan terjadi pada April.
Meski begitu, karhutla telah terjadi sejak akhir Januari. Salah satunya, Riau sudah mengalami karhutla sebanyak 29 kejadian pada tahun ini. Kemudian, Kalimantan Barat telah mengalami 52 kejadian karhutla pada 2021. Jokowi pun meminta kepada gubernur untuk mencegah hal yang serupa kembali terjadi.
Mantan Walikota Solo itu pun mengapresiasi langkah pemerintah Riau yang telah menetapkan status siaga darurat bencana karhutla. Antisipasi bencana karhutla perlu dipersiapkan sejak dini.
"Jangan sampai payung hukum belum siap, kebakarannya sudah besar. Mau lakukan sesuatu, tidak ada payung hukumnya," kata Jokowi.
Oleh karena itu, ia meminta perencanaan perlu dilakukan dengan baik. Selain itu, perlu pemantauan guna memastikan seluruh organisasi terkait telah bekerja dengan baik saat puncak kemarau terjadi.
Kemudian, pemanfaatan teknologi juga perlu dilakukan untuk melakukan pemantauan. Hal ini untuk mencegah kebakaran yang meluas ke berbagai daeerah.
Pemantauan juga perlu dipastikan hingga ke tingkat terbawah. "Sebab kerugiannya tidak hanya juta atau miliar, saya pastikan larinya pasti ke angka triliun," katanya.
Berikut adalah Databoks 10 provinsi dengan kebakaran hutan dan lahan terbesar pada 2019:
Berdasarkan kajian Yayasan Madani Berkelanjutan mengenai Area Rawan Terbakar, Provinsi Riau, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat, Sumatra Selatan, dan Sumatra Utara masuk kategori area rawan terbakar atau ART level empat. Kategorisasi dihitung berdasarkan jejak terbakar 2015-2019 di lahan gambut, dan sebaran perizinan HTI maupun sawit.