AstraZeneca Tegaskan Vaksinnya Tidak Mengandung Babi atau Hewani
Perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca buka suara terkait klaim yang menyatakan bahwa vaksin virus corona buatannya mengandung bahan turunan dari babi, sehingga haram untuk digunakan bagi mereka yang beragama Islam.
“Pada semua tahap proses, vaksin vektor virus ini tidak menggunakan atau bersentuhan dengan produk turunan babi atau produk hewani lainnya,” kata juru bicara AstraZeneca Indonesia Rizman Abudaeri seperti dikutip Reuters, Minggu (21/3).
Sebelumnya Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa vaksin buatan AstraZeneca yang akan digunakan untuk program vaksinasi di tanah air haram digunakan karena pada proses pembuatan inang virusnya produsen menggunakan tripsin yang diekstraksi dari pankreas babi.
Tripsin bukan bahan baku utama virus, melainkan bahan yang digunakan untuk memisahkan sel inang virus dengan micro carier virus. Meski demikian MUI menyatakan vaksin AstraZeneca mubah untuk digunakan atau dibolehkan karena dalam kondisi darurat pandemi Covid-19.
Keputusan ini tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi AstraZeneca.
“Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar’iyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iyah,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa, KH. Asrorun Niam Sholeh, Jumat (19/03) di Jakarta, seperti dikutip dari laman resmi MUI.or.id.
Menurutnya kondisi darurat ini diperkuat dengan pernyataan beberapa ahli yang dihadirkan dalam sidang fatwa MUI yang menyebutkan bahwa risikonya fatal jika vaksinasi ini tidak berjalan. Padahal tujuan vaksinasi adalah menciptakan kekebalan komunal (herd immunity).
Sedangkan vaksin yang sudah terjamin halal, yakni vaksin CoronaVac buatan Sinovac, hanya tersedia sekitar 140 juta dosis, dan yang bisa digunakan hanya 122,5 juta dosis. Jumlah tersebut hanya mencakup sekitar 28% penduduk, jauh di bawah syarat terciptanya herd immunity sebesar 70%.
“Pemerintah juga tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia. (Selain itu) ada jaminan keamanan penggunaannya (vaksin AstraZeneca) oleh pemerintah,” ujar Kiai Niam.
Menurut data Duke Global Health Innovation Center, vaksin AstraZeneca merupakan vaksin dengan pembelian paling besar di dunia. Per November 2020, sekitar 2,5 miliar dosis vaksin ini terjual di seluruh dunia. Simak databoks berikut:
Sementara itu juru bicara vaksinasi Covid-19 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia menyatakan bahwa tidak ada permasalahan terkait kualitas vaksin AstraZeneca secara menyeluruh.
Ini terkait dengan risiko efek samping yang terjadi di sejumlah negara berupa pembekuan darah setelah mendapatkan suntikan vaksin AstraZeneca. Penggunaan vaksin ini pun sempat dihentikan sementara walau ada negara di Eropa yang sudah memulai kembali vaksinasi.
“Penggunaan vaksin AstraZeneca akan tetap dilaksanakan dengan didukung oleh fatwa MUI terkait kebolehannya,” kata Lucia dalam Konferensi Pers Perkembangan Terkini Terkait Vaksin Covid-19 dari AstraZeneca, Jumat (19/03) sore.
BPOM juga telah melakukan pembahasan bersama Komnas Penilai Obat terkait proses vaksinasi AstraZeneca. Ia mengungkapkan bahwa hasil evaluasi menunjukkan bahwa manfaat pada pemberian vaksin dapat merangsang pembentukan antibody baik pada usia dewasa maupun lansia.
“Manfaat pemberian vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar dibandingkan resiko yang ditimbulkan sehingga vaksin ini dapat mulai digunakan,” kata dia
Terkait efek samping dari penggunaan vaksin, ia menyebutkan kemungkinan adanya kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (IPI) seperti pusing, ngilu di area tangan yang divaksin, dan beberapa gejala ringan lainnya. Namun ini adalah efek samping yang ringan, terutama jika mengingat resiko kematian akibat Covid-19 yang tinggi di Indonesia.