KPK Tolak Tindaklanjuti Tindakan Korektif Ombudsman Soal TWK
Ombudsman Republik Indonesia menemukan maladministrasi dalam alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, KPK keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman atas temuan maladministrasi tersebut.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pemeriksaan Ombudsman melanggar hukum dan melampaui wewenangnya. Ombudsman juga dinilai melanggar kewajiban hukum. Penemuan Ombudsman juga dianggap tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis.
"Dengan ini, terlapor menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman," kata Ghufron dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Kamis (5/8).
Dijelaskan Ghufron, pokok perkara yang diperiksa Ombudsman merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2020 yang merupakan kompetensi absolute Mahkamah Agung (MA). Saat ini, perkara sedang dalam proses pemeriksaan.
Oleh karena itu, Ombdusman dinilai melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan pemeriksaan atas laporan yang sedang dalam pemeriksaan pengadilan.
Kemudian, legal standing pelapor bukanlah masyarakat penerima layanan publik KPK. Komisi antirasuah itu mengingatkan Ombudsman bertugas menerima komplain dari publik terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara negara, termasuk KPK.
Adapun, layanan publik KPK mencakup menerima laporan, menerima pengaduan, menetapkan tersangka terhadap seseorang, menetapkan dakwa, dan melaksanakan putusan pengadilan. Ketidakpuasan terhadap layanan tersebut dapat diadukan kepada Ombudsman.
Akan tetapi, KPK menilai urusan mutasi kepegawaian menjadi urusan internal. "Kalau urusan kepegawaian dipermasalahkan, permasalahkan ke PTUN," ujar Nurul Ghufron.
Terkait pendapat Ombudsman yang menyatakan ada penyisipan materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), KPK menganggap pendapat itu tidak berdasar. Bahkan, pernyataan Ombudsman disebut bertentangan dengan dokumen dan keterangan sakski pendapat ahli dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LHAP).
"Di LHAP tidak ada yang menyatakan ada penyisipan (TWK)," ujar dia.
Selanjutnya, KPK menilai fakta hukum rapat koordinasi harmonisasi yang dinyatakan sebagai maladministrasi juga dilakukan oleh Ombudsman dalam pemeriksaan.
Selain itu, dia menilai, pendapat Ombudsman yang menyatakan KPK tidak melakukan penyebarluasan informasi rancangan peraturan KPK melalui portal internal KPK bertentangan dengan bukti.
Pendapat Ombudsman yang berkaitan tentang Nota Kesepahaman dan kontrak swakelola antara KPK dan BKN tentang tahapan pelaksanaan asesmen TWK juga dinilau tidak relevan karena tidak pernah digunakan dan tidak ada konsekuensi hukumnya dengan keabsahan TWK dan hasilnya. Sementara itu, pernyataan Ombudsman soal telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan Asesmen TWK, Ghufron menilainya itu bertentangan dengan hukum dan bukti.
"Pendapat Ombudsman bahwa KPK tidak patut menerbitkan Surat Keputusan Ketua KPK Nomor 652 Tahun 2021 karena merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN tidak berdasar hukum," ujar Ghufron.
Selain itu, pernyataan Ombudsman berkenaan dengan Berita Acara 25 Mei 2021, bahwa Menteri PANRB, Menteri Hukum dan HAM, Kepala BKN, lima pimpinan KPK, Ketua KASN dan Kepala LAN telah melakukan pengabaian terhadap pernyataan presiden tidak berdasar hukum.
Selanjutnya, tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman dianggap tidak memiliki hubungan sebab akibat (causalitas verband) bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan LHAP.