Pemerintah Tidak Menghapus, Hanya Rapikan Indikator Angka Kematian
Jakarta-Pemerintah terus melakukan harmonisasi dan validasi data dari lapangan, terkait indikator yang digunakan untuk penilaian level PPKM. Seperti diketahui, terdapat tiga indikator dasar yang digunakan dalam penetapan level PPKM suatu daerah, yaitu laju penularan, positivity rate, serta angka kematian.
Saat ini, pemerintah tengah memperbaiki data angka kematian, karena terdapat sejumlah catatan yang belum sesuai dengan kondisi di lapangan. “Pemerintah tidak menghapus atau meniadakan angka kematian dari penilaian level PPKM. Sekarang, tengah dilakukan perbaikan untuk memastikan ketepatan data. Jika sudah rapi, indikator kematian akan kembali dimasukkan,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate.
Sebelumnya, pemerintah mendapati temuan input data berupa akumulasi angka kematian sejak beberapa minggu sebelumnya, sehingga tidak bersifat aktual.
Hal ini menimbulkan distorsi dalam proses analisis suatu daerah. Karena itu, pemerintah memutuskan untuk memperbaiki data tersebut dengan cara memilah data kematian real time hari itu dengan akumulasi data kematian hari-hari sebelumnya. Dalam penjelasannya, Johnny memberikan contoh sebagai berikut: dari jumlah kematian yang diinput, tidak semuanya angka kematian aktual pada tanggal tersebut.
Di antaranya barangkali terdapat data yang telah tercatat 3 minggu sebelumnya, namun kembali dilaporkan setelah pasien terkonfirmasi meninggal. Selama data kematian diperbaiki, pemerintah menggunakan indikator lain untuk penilaian. Seperti diungkapkan Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi (11/8), indikator lain tersebut seperti tingkat pemanfaatan tempat tidur, kasus konfirmasi, perawatan di rumah sakit, tracing, testing, dan kondisi sosio ekonomi masyarakat.
“Saat ini sedang diturunkan tim khusus untuk memverifikasi hal ini,” ujar Jodi, sebagaimana dikutip oleh Kompas.com.
Hanya saja, tidak diketahui secara persis berapa lama waktu yang akan dihabiskan untuk memverifikasi berbagai temuan ini.
Ia menjamin bahwa tidak ada niat pemerintah untuk menghilangkan data kematian akibat Covid-19 untuk assesmen PPKM.
Senada dengan Jodi, terkait dengan data kematian, Johnny menyatakan pemerintah berkomitmen melakukan pengawasan dan perbaikan jika ditemukan adanya kekurangan.
Bekerja sama dengan pemerintah daerah dan elemen-elemen terkait, pemerintah pusat terus berusaha memperbaiki teknis pendataan dan meningkatkan kualitas data, untuk mengetahui dengan lebih pasti kondisi pandemi di Indonesia.
Sebelumnya, langkah pemerintah untuk menyisir data ini dipertanyakan oleh sejumlah pakar dan aktivis pemantau Covid-19. Mereka meminta pemerintah untuk tetap memasukan data kematian dalam assessment PPKM.
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menyatakan bahwa angka kematian merupakan indikator yang valid guna mengukur tingkat keparahan situasi wabah.
Menurut Dicky, ada dua indikator yang bisa dipakai untuk melihat tingkat keparahan pandemi, yaitu awal dan akhir. Indikator awal adalah kasus harian, positivity rate dan angka reproduksi. Sementara indikator akhir adalah tingkat keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate) dan angka kematian.
Senada dengan Dicky, Koordinator tim lapor data LaporCovid-19, Said Fariz Hibban mengatakan data kematian penting agar warga tidak mengabaikan resiko yang mengintai saat wabah.
Dia mendesak agar pemerintah memprioritaskan perbaikan data agar lebih akurat ke depannya.