Di Bali Vaksinasi Sudah 91% Tapi Kematian Tinggi, Luhut: Itu Anomali
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan tingginya kasus positif Covid-19 dan angka kematian di Provinsi Bali merupakan sebuah anomali mengingat tingkat vaksinasi di provinsi tersebut sangat tinggi.
“Karena saya membaca dan melihat laporan bahwa sudah hampir 91% warga Bali mendapatkan suntik pertama vaksin, namun angka kasus aktifnya masih cukup tinggi dan angka kematian juga cukup mengkhawatirkan. Bali itu harusnya sudah bagus. Tapi ini masih stagnan, belum turun, sementara tempat-tempat lain sudah turun" kata Luhut dalam akun instagram resminya, Kamis (12/8).
Luhut melakukan kunjungan kerja ke Bali bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Luhut mengatakan, kunjungan itu dilakukan untuk melihat langsung anomali kasus Covid-19 yang terjadi di daerah tersebut.
Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), target vaksinasi di Bali adalah sebanyak 3,41 juta orang. Hingga Jumat (13/8), sebanyak 3,1 juta orang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama, atau 91,02% dari target. Sementara itu, sebanyak 1,22 juta orang sudah mendapatkan suntikan dosis kedua, atau sekitar 36% dari target.
Data Kementerian Kesehatan juga menyebutkan bahwa Provinsi Bali melaporkan jumlah kasus positif Covid-19 sebanyak 8.502 dalam sepekan terakhir dengan angka kematian mencapai 248 jiwa. Angka kasus positif di Bali bahkan selalu menembus 1.000 lebih sejak 21 Juli 2021.
Luhut berharap masyarakat setempat semakin meningkatkan kedisiplinan dalam penerapan protokol kesehatan (prokes), salah satunya menghindari kerumunan, termasuk upacara keagamaan.
“Mohon untuk upacara keagamaan yang agar sementara ini diredam dan diperketat dulu prokesnya, karena selalu ada laporan setelah acara tersebut angka Covid-19 langsung meningkat signifikan karena berkerumun,” kata Luhut.
Luhut menambahkan kedisplinan menjaga prokes dan penurunan kasus Covid-19 di Bali sangat penting mengingat hal itu akan mempengaruhi citra Bali sebagai destinasi pariwisata internasional.
Untuk menekan angka kematian, Luhut mengingatkan seluruh kabupaten di Provinsi Bali untuk menyediakan isolasi terpusat dengan fasilitas lengkap mencakup tempat, persediaan makanan, tenaga kesehatan, fasilitas olahraga dan telemedicine.
“Buleleng saya kira bisa dibuat menjadi model. Dari sekian ratus orang yang sudah masuk isoter, belum ada yang meninggal satupun, success rate-nya tinggi” ujarnya.
Menanggapi tingginya kasus positif Covid-19 di Bali, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, hal tersebut merupakan sesuatu yang sudah bisa diprediksi. Pasalnya, kematian merupakan proses kronis tiga mingguan akibat kegagalan intervensi di hulu.
“Ini sebenarnya bukan anomali. Wajar saja terjadi karena penerapan testing, tracing, dan treatment (3T) di Bali masih belum memadai,” kata Dicky kepada Katadata.co.id, Jumat (13/8).
Selain itu, angka test positivity rate di Bali yang masih rendah yakni di bawah 5% menyebabkan adanya keterlambatan dalam menemukan kasus, merujuk kasus berat, dan memberikan perawatan dukungan. Hal ini menyebabkan banyak kasus yang tidak terdeteksi dan menginfeksi lebih banyak orang.
Ia menyebut, efektivitas vaksin juga mempengaruhi tingginya angka kasus aktif dan kematian meski cakupan vaksinasi sudah mencapai 91%. Dicky menilai vaksin yang saat ini digunakan tidak terlalu efektif dalam menghadapi varian baru, khususnya varian delta.
“Sehingga kalau kasus infeksinya banyak ya wajar, kalau angka kematiannya banyak juga relatif wajar,” kata dia.
Kemudian, ia juga menyebut, banyaknya kematian akibat Covid-19 di Bali juga berkaitan dengan minimnya vaksinasi bagi kelompok berisiko dan rawan, seperti lansia, disabilitas, dan lain sebagainya. Dicky menilai, saat ini mayoritas kasus aktif dan meninggal di Bali berasal dari kelompok masyarakat rawan dan berisiko yang belum divaksinasi.
“Jadi kembali lagi saya tekankan, bahwa vaksinasi bukan segala-galanya. Vaksinasi yang tinggi cakupannya bukan berarti menjamin tidak banyak kasus dan kematian. Ini bergantung pada seberapa disiplin kita menjalankan 3T dan pengendalian baik pribadi maupun kondisi tersebut,” ujar dia.