Jokowi: Pelonggaran atau Pengetatan Mobilitas Ditetapkan Setiap Minggu
Pemerintah terus mengkaji pengaturan mobilitas masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Presiden Joko Widodo pun memastikan, pengaturan mobilitas masyarakat harus ditetapkan setiap minggu.
"Pengetatan dan pelonggaran mobilitas masyarakat, misalnya, harus dilakukan paling lama setiap minggu," kata Jokowi dalam Sidang Tahunan Bersama MPR, DPR, dan DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/8). Pengaturan tersebut harus merujuk pada data terkini.
Mantan Wali Kota Solo itu mengatakan, perubahan tersebut barangkali akan dinilai sebagai kebijakan yang tidak konsisten. Namun, hal itu harus dilakukan untuk menemukan kombinasi terbaik antara kepentingan kesehatan dan kepentingan perekonomian masyarakat.
Hal ini juga dilakukan karena virus Covid-19 selalu berubah dan bermutasi. "Maka penanganannya pun harus berubah sesuai dengan tantangan yang dihadapi," ujar dia.
Dengan pengetatan mobilitas ini, pemerintah harus memberikan bantuan sosial yang lebih banyak dibanding pada situasi normal. Jokowi dan jajarannya pun meningkatkan program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Diskon Listrik, Subsidi Gaji, Bantuan Produktif Usaha Mikro, Bantuan Sosial Tunai, BLT Dana Desa, dan Program Kartu Pra Kerja.
Kemudian, Subsidi Kuota Internet untuk daerah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga semaksimal mungkin diberikan kepada tenaga kependidikan, murid, mahasiswa, guru, dan dosen.
Namun, Jokowi menekankan, hal yang paling utama ialah solusi perekonomian berkelanjutan. "Pemerintah memastikan agar masyarakat bisa memperoleh pekerjaan yang layak dan mendongkrak perekonomian nasional," ujar Kepala Negara.
Pengetatan pembatasan sejak Juli diperkirakan akan menyebabkan perlambatan ekonomi pada kuartal ketiga. Hal ini disebabkan oleh kebijakan PPKM yang terus diperpanjang sepanjang Juli hingga Agustus tahun ini, demi menekan penyebaran Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai 4%, lebih rendah dari ramalan sebelumnya yang mencapai 6,5%. "Apabila restriksinya cukup panjang karena Covid-nya masih sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi untuk kuartal III bisa turun di sekitar 4%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Sidang Kabinet secara virtual, Senin (5/7).
Namun, Sri Mulyani menilai pertumbuhan ekonomi pada Juli-September masih berpotensi di atas 5% jika pembatasan tak berlangsung lama. PPKM darurat diharapkan mampu berjalan secara efektif sehingga mampu mengendalikan kasus Covid-19. Sementara itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada paruh pertama tahun ini mencapai 3,1-3,3%. Ekonomi pada kuartal I tercatat minus 0,7%, sedangkan ekonomi kuartal kedua diperkirakan tumbuh 7%.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah juga mengatakan penurunan pertumbuhan ekonomi di kuartal III sudah pasti terjadi. Apalagi dengan adanya pembatasan aktivitas masyarakat yang dilakukan pemerintah melalui PPKM.
“PPKM dan pertumbuhan ekonomi itu dua hal yang tidak bisa diraih secara bersama-sama. Ketika PPKM diperketat ekonomi pasti akan turun,” kata Piter kepada Katadata.co.id, Rabu (11/8).