Kejagung Memburu Aset Terdakwa Korupsi Asabri Hingga ke NTB
Kejaksaan Agung menelusuri aset milik terdakwa korupsi pengelolaan dana investasi PT Asabri Benny Tjokrosaputro di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan mengatakan tiga tim dari Kejaksaan Agung datang langsung NTB untuk memulihkan kerugian negara dalam kasus Asabri. Mereka menyambangi Pulau Lombok dan Sumbawa yang diduga menjadi lokasi aset milik Benny Tjokro.
"Jadi ada beberapa titik yang dicek. Ada yang di Mataram dan ada yang di Sumbawa," ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (30/9).
Dedi melanjutkan aset di Sumbawa berupa lahan seluas 297,2 hektar dalam bentuk 151 bidang tanah di Desa Sepayung, Kecamatan Plampang, Kabupaten Sumbawa. Objek yang ditaksir bernilai Rp 30 miliar itu dimiliki oleh Benny bersama adiknya Teddy Tjokrosaputro.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menyita lahan yang diproyeksikan untuk kawasan perumahan itu pada Mei 2021. Penyitaannya telah mendapatkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Sumbawa Besar No:194/Pen.Pid/2021/ PN.Sbw tertanggal 18 Mei 2021.
Kemudian untuk penelusuran aset di Kota Mataram, berkaitan dengan pusat perbelanjaan Lombok City Center di Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Pusat perbelanjaan yang kini sudah tidak lagi beroperasi tersebut berkaitan aset milik PT Bliss Property Indonesia Tbk. Emiten berkode POSA itu merupakan induk dari PT Bliss Pembangunan Sejahtera (BPS), pengelola Lombok City Center.
Aset milik POSA tersebut berada di atas lahan 4,8 hektar milik Perusahaan Daerah Lombok Barat, PT Patut Patuh Patju (Tripat). Dari prospektus POSA, terungkap bahwa Benny Tjokrosaputro sebagai pemilik lima juta lembar saham yang nilainya Rp 500 juta atau setara dengan 0,0596 persen saham.
Nilai tersebut berdasarkan harga penawaran umum perdana pada April 2019, senilai Rp150 per lembar saham. Permodalan POSA ini diketahui berasal dari PT Bintang Baja Hitam dengan kepemilikan 79,67 persen saham, PT BS Investasi Pratama sebanyak 0,0001 persen saham dan masyarakat sebesar 20,2650 persen saham.
Selanjutnya, POSA menggunakan 79% saham dari dana hasil penawaran umum perdana untuk pembuatan operasional pusat perbelanjaan, perawatan gedung dan peralatan, dan atau membayar kewajiban berkaitan dengan kegiatan perseroan.
Dari 79% tersebut, sebagian besar digunakan untuk anak perusahaan yang diantaranya PT BPS mendapat jatah modal tersebut untuk mengelola Lombok City Center.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan penelusuran aset ini dalam rangka pemulihan kerugian negara senilai Rp 23 triliun. Kewenangannya langsung berada di bawah Kejagung RI. Pihaknya hanya mendukung kegiatan selama di wilayah hukum Kejati NTB.