Polemik Permendikbud PPKS, Ditolak Ormas dan Didukung Kampus
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaam, Riset, dan Teknologi tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau dikenal Permendikbud PPKS menuai polemik. Pendukung menilai aturan ini dapat mencegah kekerasan di lingkungan kampus.
Sebaliknya penentang menganggap payung hukum itu melegalkan aktivitas seksual di luar nikah. Para penentang ini mempersoalkan frase "persetujuan" yang dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap seks bebas.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir meminta frasa tersebut sebaiknya dihilangkan dan tak akan mengurangi substansi regulasi tersebut. “Bijaksana untuk menyerap, merevisi apa yang menjadi keberatan,” kata Haedar di Yogyakarta, dikutip dari Antara.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Pendidikan, dan Riset Nadiem Makarim menjelaskan sejumlah pihak memaknai frase "persetujuan" di luar konteks peraturan. Aturan tersebut mengatur kekerasan seksual meliputi beberapa hal yang dilakukan tanpa persetujuan korban.
Pasal 5 Permen tersebut mengatur sejumlah hal yang dianggap masuk dalam kekerasan seksual. Dalam pasal tersebut, terdapat enam kekerasan dengan frasa "tanpa persetujuan korban". “Kami tegaskan kembali, Kemendikbudristek tak pernah mendukung seks bebas atau zina,” katanya.
Meski demikian, sejumlah perguruan tinggi siap mendukung dan siap mengimplementasikan aturan tersebut. Universitas Indonesia menilai Permendikbudristek ini memberikan jaminan keamanan mahasiswa tak terganggu.
Institut Teknologi Bandung juga mendukung dan menyiapkan peraturan rektor tentang PPKS sebagai bentuk ratifikasi Permendikbudristek itu. “Kami sudah tunggu sejak tahun lalu. Dengan terbitnya Permen itu, sekarang ITB bisa segera tanda tangan Peraturan Rektor tentang PPKS,” kata Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, Jumat (12/11).
Berikut bunyi Pasal 5 Permendikbud mengenai tindakan kekerasan seksual yang disertai frasa “tanpa persetujuan korban”:
- Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
- Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
- Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban
- Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban
- Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
- Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
Meski demikian persetujuan korban dianggap tidak sah jika:
- Memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
- Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
- Mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
- Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
- Mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
- Mengalami kondisi terguncang.