ICW Kritik Mahkamah Agung Soal Vonis Jaksa Pinangki
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik putusan Mahkamah Agung yang memberikan vonis lebih rendah kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus Djoko Tjandra.
Mahkamah Agung (MA) sebelumnya telah menambahkan hukuman Djoko Tjandra dari 3,5 tahun menjadi 4,5 tahun. Ini terkait keterlibatannya dalam kasus suap pengecekan status red notice, penghapusan nama dari daftar pencarian orang (DPO) dan pengurusan fatwa MA. Adapun Pinangki justru divonis 4 thaun pnjara.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan terdapat kejanggalan penegakan hukum. Hal ini lantaran Jaksa Pinangki selaku penerima suap yang notabene sebagai penegak hukum malah menerima hukuman yang lebih rendah ketimbang Djoko Tjandra sebagai pemberi suap. Pinangki sebelumnya terbukti menerima suap, melakukan pencucian uang, dan pemufakatan jahat terkait perkara Djoko Tjandra.
Kurnia mengatakan hukuman 4 tahun penjara Jaksa Pinangki harusnya bisa ditingkatkan hingga 20 tahun penjara. Hal ini berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatakan dapat dikenakan penjara seumur hidup atau pidana paling lama 20 tahun penjara. Kurnia lantas mengatakan hal ini menjadi pertanyaan penting bagi masyarakat kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin selaku pimpinan Kejaksaan Agung.
"Kenapa Djoko S Tjandra dituntut satu tahun lebih rendah dari hukuman maksimal, sedangkan Pinangki dituntut sangat rendah, padahal jaksa tersebut melakukan tiga kejahatan sekaligus?" ujar Kurnia melalui keterangan resmi.
Pinangki terbukti melakukan tiga dakwaan yaitu menerima suap US$ 500.000 dari Djoko Tjandra serta pencucian uang US$ 375.279 atau setara Rp 5,2 miliar. Dakwaan ketiga adalah pemufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking untuk menjanjikan US$ 10 juta kepada pejabat kejaksaan dan Mahkamah Agung untuk menggagalkan eksekusi Djoko.
Uang suap itu digunakan Pinangki untuk berbagai macam hal seperti membeli mobil BMW X5 seharga Rp 1,7 miliar atas namanya, pembayaran sewa hotel di Trump Tower, Amerika Serikat senilai Rp 72 juta, pembayaran dokter kecantikan di AS bernama Adam R Kohler senilai Rp 139,9 juta, hingga pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Residence sebesar Rp 940 juta per tahun.
Sebelumnya dalam kasus ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah melakukan eksekusi pidana terhadap Irjen Pol. Napoleon Bonaparte memindahkan Napoleon ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta Timur. Sebelumnya Napoleon ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Bareskrim Polri.
Napoleon sebelumnya terbukti menerima suap dari Djoko Tjandra sebagai tersangka dalam dua kasus yakni dugaan suap dalam penghapusan pemberitahuan merah Interpol (red notice) dan surat jalan palsu. Napoleon ditawari Rp 3 miliar agar nama Djoko Tjandra expired dari daftar buronan di red notice. Namun, ia meminta Rp 7 miliar. Bukan tanpa sebab, Divisi Hubungan Internasional Polri terkoneksi dengan system di Lyon Prancis. Tindakan tersebut dilakukan Napoleon saat menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.