KPK Respons Laporan Terhadap Anak Presiden
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons laporan yang dilayangkan oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun terhadap dua putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.
"Terkait laporan tersebut, informasi yang kami terima, benar hari ini telah diterima bagian persuratan KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri seperti dikutip Antara, Senin (10/1).
Ali mengatakan KPK akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat tersebut. Komisi antirasuah ini lebih dahulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap data laporan ini.
"Verifikasi untuk menghasilkan rekomendasi, apakah aduan tersebut layak untuk ditindaklanjuti dengan proses telaah atau diarsipkan," ujar Ali.
Ia mengatakan proses verifikasi dan telaah merupakan hal penting sebagai pintu awal bahwa pokok aduan tersebut sesuai undang-undang yang berlaku, termasuk ranah tindak pidana korupsi, dan menjadi kewenangan KPK atau tidak.
Menurut dia, KPK juga akan menelusuri dan mengumpulkan berbagai keterangan dan informasi tambahan secara proaktif untuk melengkapi aduan yang dilaporkan.
"Apabila aduan tersebut menjadi kewenangan KPK tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
Ali menjelaskan pengaduan masyarakat menjadi salah satu simpul kolaborasi KPK dengan publik dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sebelumnya, Udedillah melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK.
"Jadi, laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang berkaitan dengan dugaan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," kata Ubedilah di Gedung KPK, Jakarta.
Ubedilah mengaku kejadian tersebut bermula pada 2015 ketika ada perusahaan, yaitu PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun.
Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ujar Ubedilah.
Ia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
"Itu dugaan KKN yang sangat jelas saya kira yang bisa dibaca oleh publik karena tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura yang juga itu dengan PT SM dua kali diberikan kucuran dana, angkanya kurang lebih Rp99,3 miliar dalam waktu yang dekat," ujarnya.
Setelah itu, menurut dia, anak Presiden membeli saham perusahaan di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis Rp92 miliar dan itu bagi kami tanda tanya besar.
"Apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka cukup fantastis kalau dia bukan anak Presiden," ujar dia.