Menkes Bakal Wajibkan Vaksin Kanker Serviks
Pemerintah berupaya menekan jumlah pasien penyakit katastropik yang selama ini menguras anggaran negara. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan salah satu langkah yang akan dilakukan adalah mewajibkan vaksin Human papillomavirus (HPV) atau vaksin kanker serviks pada wanita.
"Kami akan wajibkan vaksinasi kanker serviks untuk bisa mencegah agar para wanita Indonesia tidak usah kena cancer di ujung," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (25/1).
Menurutnya, kanker serviks merupakan jenis kanker dengan jumlah penderita paling banyak kedua pada wanita di Indonesia. Kanker serviks juga menempati urutan ketiga kematian akibat kanker. Padahal, kanker serviks dapat dicegah dengan imunisasi HPV.
"Untuk itu, kami ekspansi dari program imunisasi," ujar dia.
Budi menilai, pencegahan kanker serviks akan mendorong produktivitas masyarakat serta menekan beban yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Hal ini karena biaya vaksinasi HPV jauh lebih murah dibandingkan merawat wanita yang terlanjur terkena kanker serviks.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan juga akan mewajibkan vaksinasi Pneumococcal Conjugate Vaccine atau PCV pada bayi di bawah dua tahun untuk mencegah pneumonia. Bayi pada usia tersebut juga diwajibkan untuk vaksinasi rotavirus untuk mencegah diare.
Kebijakan ini dilakukan lantaran bayi yang terinfeksi akan mengalihkan gizi dalam tubuh untuk menyembuhkan sakit. Hal ini dapat menyebabkan bayi terkena kekurangan gizin atau stunting.
Berdasarkan penelitian, bayi stunting dapat mengalami penurunan IQ hingga 20%. "Akan sangat sayang bagi produktivitas rakyat Indonesia kalau bayi kena stunting," ujarnya.
Pada tahun ini, Kementerian Kesehatan pun akan melakukan skrining penyakit katastropik pada masyarakat bayi hingga dewasa yang berisiko sedang dan berat. Hal ini sudah didiskusikan dengan BPJS Kesehatan maupun Kementerian Keuangan.
Penyakit katastropik merupakan penyakit yang membutuhkan pengobatan dengan biaya tinggi dan memiliki komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Skrining penyakit katastropik diharapkan dapat mengurangi risiko penyakit tersebut dan mengurangi beban terhadap keuangan BPJS Kesehatan.
Adapun program promotif dan preventif dalam bentuk skrining pada masyarakat memerlukan dana sebesar Rp 1,78 triliun per tahun. Mantan Direktur Bank Mandiri ini menenkankan, biaya tersebut jauh lebih rendah daripada biaya pengobatan penyakit katastropik yang harus ditanggung oleh negara.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan pada 2020, penyakit katastropik yang paling menelan anggaran negara ialah penyakit jantung, yaitu sebesar Rp 10 triliun. Selain itu, penyakit kanker menempati posisi kedua dengan total beban Rp 3,5 triliun.
Sementara, biaya pengobatan penyakit stroke yang ditanggung BPJS Kesehatan pada tahun lalu mencapai Rp 2,5 triliun. Sementara, penyakit gagal ginjal mencapai Rp 2,3 triliun.
Penyakit lain seperti gagal ginjal, thalassemia, haemophilia, leukimia, dan cirrhosis hepatis juga menelan anggaran negara hingga ratusan miliar.
"Ini penyakit katastropik yang sebenarnya kita bisa lakukan pencegahannya," ujar dia.