Enam Strategi untuk Tingkatkan Resiliensi Layanan Kesehatan Indonesia
Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan roadmap atau enam strategi transformasi Kesehatan guna meningkatkan kualitas, inklusivitas, dan resiliensi layanan kesehatan di Indonesia.. Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi mengatakan, strategi yang pertama terkait layanan primer, di mana pelayanan bersifat promotif dan preventif. Kedua, transformasi layanan sekunder yaitu rujukan rumah sakit.
“ Ketiga, terkait aturan dalam pembiayaan kesehatan, mengingat tren dari segi usia semakin berubah dengan meningkatnya usia muda daripada usia lansia. Lalu terkait transformasi sumber daya manusia (SDM) dimana fokusnya peningkatan kualitas dan pemerataan jumlah nakes di daerah. Terakhir ialah transformasi teknologi kesehatan yang dibagi menjadi dua yaitu transformasi informasi kesehatan dan transformasi teknologi Kesehatan,” kata Kartini saat menjadi penganggap dalam webinar berkonsep Ruang Bincang dengan tema “Peningkatan Kualitas, Inklusivitas, dan Resiliensi Layanan Kesehatan Indonesia, Rabu (23/3/2022). Webinar ini merupakan Ruang Bincang ke-tujuh dari rangkaian Konferensi Knowledge-to-Policy (K2P).
Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM), M. Faozi Kurniawan, memaparkan kualitas penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional bagi kelompok masyarakat miskin dan marginal serta bagaimana mendorong perubahan struktural untuk meningkatkan jangkauan layanan yang lebih inklusif dan merata.
“Diperlukan penelitian, kajian, diskusi publik, hingga publikasi jaminan Kesehatan nasional (JKN) dan Sistem Kesehatan yang secara berkala dan dalam ruang lingkup nasional-provinsi-kabupaten/kota. Hal ini perlu dilakukan untuk melakukan kualitas kontrol dan mengukur dampak JKN dan Sistem Kesehatan.” ujar Faozi.
Sementara itu, peneliti Article 33 Indonesia, Yusuf Faisal Martak, menjelaskan bagaimana pandemi berdampak terhadap mobilitas dan aksesibilitas bagi layanan kesehatan penyandang disabilitas sebagai layanan rujukan. “Keberadaan tenaga kesehatan yang tidak merata, belum ada standard operating procedure (SOP) pelayanan kesehatan disabilitas pada masa pandemi dan tidak tersedianya data valid terkait jumlah penyandang disabilitas adalah permasalahan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas di masa pandemi ini.” Yusuf menjelaskan.
Dari sisi kesiapan puskesmas sebagai fasilitas kesehatan primer, Peneliti PUI-PT Pusat Penelitian HIV AIDS PUK2IS Unika Atmajaya, Gabriella Langi, menjelaskan kesiapan puskesmas, baik secara teknis maupun SDM, terkait akomodasi layanan kesehatan jiwa. Pembelajaran dari penelitian implementasi ini adalah pembentukan petunjuk teknis (juknis) Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa yang disusun bersama antara pemerintah daerah dengan puskesmas.
“Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan kebijakan yang disertai pengembangan kapasitas dan memastikan kesiapan puskesmas dalam mengimplementasikan melalui pelatihan penguatan Sudinkes Kabupaten/Kota dan simulasi juknis dengan puskesmas.” tambah Gabriella.
Direktur Eksekutif, Survey METER, Ni Wayan Suriastini, memaparkan status layanan kesehatan lansia pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas) terutama di daerah dengan tingkat demografi lansia yang tinggi dan penyebab kurang diprioritaskannya layanan kesehatan lansia. Ni Wayan menjelaskan bahwa jenis pelayanan skrining seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 belum semua diberikan oleh Puskesmas, misalnya Instrumental Activities of Daily Living (IADL) baru dilakukan 28%. “Hal ini menyoroti permasalahan di level Puskesmas di mana program lansia masih termasuk program pengembangan bukan program esensial, jadi dalam pelaksanaannya menjadi tidak maksimal.” ujar Ni Wayan.
Sementara itu, Maudita Dwi Anbarani, Peneliti dari SMERU Research Institute membahas pentingnya kolaborasi banyak pihak dari berbagai lapisan untuk mewujudkan keberlangsungan pelayanan gizi dan KIA. Maudita menjelaskan, “Dalam pelayanan kesehatan KIA di masa pandemi, peningkatan akses internet dengan informasi yang memadai dan sarana prasarana kesehatan menjadi modal penting untuk mempertahankan pelayanan yang berkualitas.” Tambahnya.
Webinar kali ini menyoroti pentingnya kolaborasi multi-pihak dalam mewujudkan transformasi sistem kesehatan, baik optimalisasi layanan primer, mutu layanan rujukan, dan sistem pembiayaan kesehatan terutama dalam hal asuransi kesehatan tambahan dan perbaikan kualitas data penerima bantuan iuran (PBI) JKN. Di samping itu, kolaborasi juga perlu didorong untuk mendukung transformasi dalam bidang informasi dan teknologi (IT) untuk kemudahan akses layanan kesehatan.