Pentingnya Zakat untuk Pemulihan Ekonomi Pascapandemi

Arofatin Maulina Ulfa
Oleh Arofatin Maulina Ulfa - Tim Riset dan Publikasi
16 April 2022, 06:25
Zakat berpotensi membantu pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
ANTARA FOTO/HO/Biro Pers Sekretariat Presiden-Kris/aww.

Ramadan 2022 terasa lebih istimewa. Di samping angka kasus Covid-19 semakin melandai, keputusan pemerintah memperbolehkan masyarakat melakukan perjalanan mudik lebaran menjadi lecutan semangat bagi masyarakat untuk menjalankan ibadah puasa dengan khusuk.

Memasuki bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, zakat menjadi salah satu ibadah rutin tahunan yang wajib untuk dijalankan. Mengutip laman Badan Zakat Nasional (Baznas), zakat adalah bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah mencapai syarat yang ditetapkan.

Sebagai salah satu rukun Islam, zakat ditunaikan untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (asnaf).

Menurut Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq ayat 5, zakat berasal dari kata "zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Oleh karena itu, zakat tidak hanya sebagai kegiatan memberi, tapi juga bermakna harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan.

Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat merupakan konsekuensi adanya pertumbuhan dan perkembangan harta. Alhasil pelaksanaan zakat akan mendatangkan pahala besar. Sementara makna suci menunjukkan, zakat mensucikan jiwa dari kejelekan, kebatilan dan pensuci dari dosa-dosa.

Hal tersebut disebutkan dalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka”.

Ketentuan zakat di Indonesia juga diatur dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag) Republik Indonesia No 52 Tahun 2014. Dalam Permenag ini, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Meskipun demikian, tidak semua harta terkena kewajiban zakat. Syarat dikenakannya zakat atas harta di antaranya:

  • Harta tersebut merupakan barang halal dan diperoleh dengan cara yang halal;
  • Harta tersebut dimiliki penuh oleh pemiliknya;
  • Harta tersebut merupakan harta yang dapat berkembang;
  • Harta tersebut mencapai nishab sesuai jenis hartanya;
  • Harta tersebut melewati haul; dan
  • Pemilik harta tidak memiliki hutang jangka pendek yang harus dilunasi.

Dalam QS. At-Taubah ayat 60, Allah SWT memberikan ketentuan ada delapan golongan orang yang menerima zakat yaitu sebagai berikut:

  1. Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
  2. Miskin, mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan.
  3. Amil, mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat
  4. Mualaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan dalam tauhid dan syariah
  5. Riqab, budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya
  6. Gharimin, mereka yang berhutang untuk kebutuhan hidup dalam mempertahankan jiwa dan izzahnya
  7. Fisabilillah, mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan dakwah, jihad dan sebagainya
  8. Ibnu Sabil, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam ketaatan kepada Allah.

Adapun, kondisi ekonomi nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran dan angka kemiskinan di Tanah Air. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Angka kemiskinan nasional berada pada angka 10,14 persen pada Q1 2021. Dengan kata lain, terdapat 27,5 juta penduduk Indonesia yang masih di bawah garis kemiskinan.

Zakat menjadi salah satu momentum untuk mengembalikan performa ekonomi nasional dengan penyaluran kepada penerima yang membutuhkan.

Berdasarkan Baznas Outlook Zakat Indonesia 2022, proyeksi penerimaan zakat mencapai Rp17,9-21 triliun. Angka ini hampir setara anggaran program Kartu Prakerja 2021 sebesar Rp21,2 triliun.

Selain itu, menurut Baznas, setidaknya terdapat tiga peluang yang dapat dimaksimalkan dalam pengumpulan zakat di Indonesia. 

Pertama, secara budaya, Indonesia memiliki budaya memberi yang tinggi. Bahkan masyarakat kelas menengah ke bawah memiliki kedermawan yang juga cukup tinggi, berdasarkan hasil riset Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2021.

Riset ini menemukan bahwa masyarakat Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara paling dermawan di dunia. Lebih dari 8 orang dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uangnya dan tingkat sukarelawan negara lebih banyak dari tiga kali rata-rata global.

Dalam laporan tersebut juga disebutkan kewajiban berzakat menjadi faktor terbesar yang mendorong masyarakat Indonesia menyumbangkan uangnya.

Kedua, adanya budaya cashless yang terus berkembang di tengah Generasi Z dan Generasi Milenial. Hal ini akan mempermudah pengumpulan zakat melalui metode digital.

Di samping itu, hasil Survei Penduduk 2020 mencatat mayoritas penduduk Indonesia didominasi oleh Generasi Z dan Generasi Milenial dengan proporsi mencapai 27,94 persen dan 25,87 persen dari total populasi Indonesia.

Ketiga, meningkatnya jumlah penduduk kelas menengah ke atas juga menjadi peluang dalam pengumpulan zakat. Visi Indonesia 2045 memproyeksikan peningkatan jumlah kelas pendapatan menengah menjadi sekitar 70 persen dari penduduk Indonesia pada 2045.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...