Duta Besar Ukraina Minta Dukungan Tegas Indonesia Melawan Rusia
Perang masih berkecamuk di Ukraina sejak militer Rusia menginvasi negara itu pada 24 Februari lalu. Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, mengharapkan pemerintah Indonesia bisa memberikan dukungan tegas untuk negaranya dalam melawan agresi Rusia.
Hamianin mengatakan Ukraina sangat menghargai sikap pemerintah Indonesia dan Presiden Joko Widodo yang sudah ikut mengecam perang yang terjadi di Ukraina. Meski demikian, menurut Hamianin, tidak ada pernyataan tegas dalam kecaman itu yang menyinggung nama Rusia dan Presiden Vladimir Putin. "Kami berharap Indonesia lebih berani menyebut nama Rusia sebagai negara agresor," kata Hamianin kepada Katadata saat ditemui di ruang kerjanya di Jakarta, Rabu (20/4).
Hamianin juga berharap pemerintah Indonesia terus memberikan dukungan bagi Ukraina dan dapat mendesak Rusia untuk menghentikan invasi. Menurut Hamianin, sudah banyak negara yang mengecam keras bahkan sampai menjatuhkan sanksi terhadap Rusia dan para pejabat tinggi negara itu. "Saya yakin Indonesia bisa mengambil kebijakan yang lebih baik untuk membantu Ukraina," ujarnya.
Sejak perang akibat invasi Rusia berkecamuk di Ukraina, Indonesia sebenarnya berusaha mengambil sikap netral dan terus menyerukan aksi mendukung perdamaian. Namun tidak menyinggung nama Rusia sebagai negara yang memulai serangan. Presiden Joko Widodo, lewat akun Twitternya pada hari pertama invasi Rusia ke Ukraina, langsung menyerukan agar perang disetop. “Perang itu menyengsarakan umat manusia dan membahayakan dunia,” tulisnya.
Kementerian Luar Negeri Indonesia telah menyampaikan keprihatinan atas konflik bersenjata di Ukraina yang membahayakan keselamatan rakyat dan perdamaian di wilayah tersebut. Indonesia menegaskan hukum internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai integritas wilayah suatu negara harus ditaati. Adapun Diplomasi dan perundingan harus diutamakan untuk menghentikan konflik yang terjadi.
Agresi militer Rusia membuat negara itu mendapat tekanan global. Gelombang sanksi dan blokade finansial menghantam Rusia. Sejumlah anggota forum kerja sama ekonomi G20, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, menjatuhkan serangkaian sanksi kepada Rusia. Aset para pejabat tinggi Rusia, termasuk Presiden Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov beserta keluarganya, dibekukan. Ada 1091 individu dan 80 entitas Rusia masuk dalam daftar sanksi Uni Eropa.
Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada awal Maret lalu menerbitkan resolusi berisi kecaman terhadap Rusia dan meminta negara itu segera menarik pasukannya. Resolusi ini didukung oleh 141 dari 193 anggota PBB, termasuk Indonesia. Meski demikian, Indonesia memilih abstain dalam voting untuk menangguhkan keanggotaan Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 7 April lalu.
Serangan militer Rusia, menurut Hamianin, telah menyebabkan bencana kemanusiaan di Ukraina. Ribuan penduduk Ukraina tewas dalam agresi Rusia yang melibatkan pengerahan tentara, kendaraan lapis baja, dan serbuan roket-roket yang ke berbagai kota. "Tentara Rusia juga melakukan kejahatan perang dengan menyiksa, memperkosa, hingga membunuh penduduk Ukraina," ujar Hamianin.
Beberapa kota di Ukraina seperti Mariupol, Bucha, dan Volnovakha sudah hancur lebur dihantam roket-roket Rusia. Lebih dari dua juta penduduk Ukraina juga terpaksa mengungsi ke beberapa negara tetangga seperti Polandia, Slovakia, dan Moldova.
Hamianin mengatakan janji Rusia mengenai pembukaan koridor kemanusiaan untuk jalur pengungsi dan distribusi bantuan kemanusiaan juga tidak dapat dipercaya. Pasalnya, koridor yang dibuka justru diarahkan ke wilayah Rusia bukan ke Ukraina. Akibatnya, banyak penduduk Ukraina, termasuk anak-anak, yang akhirnya dinyatakan hilang di jalur itu. "Ribuan orang Ukraina digiring tentara Rusia di jalur itu, sampai sekarang kami tak tahu di mana mereka berada," ujarnya.