57,6 % Lansia Merasa Kondisi Ekonominya Berkurang Sejak Pandemi
Survei Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia atau PERGEMI terkait kesejahteraan lansia menunjukkan, pandemi Covid-19 membawa dampak negatif pada kondisi keuangan lansia. Sebanyak 57,6 % responden merasa kondisi ekonominya berkurang. Sementara 36 % responden merasa sama saja dan hanya 6,1 % yang menyatakan kondisi ekonominya lebih baik.
Sementara itu, survei menunjukkan kondisi well-being lansia di Indonesia pada masa pandemi masih cukup baik dengan skor 7,5 dari skala 1-10. Skor well-being lansia perempuan memiliki rata-rata lebih tinggi yakni 7,7 dibandingkan laki-laki 7,2.
Kepala Divisi Geriatri IPD FKUI-RSCM Jakarta/PB PERGEMI DR dr Kuntjoro Harimurti menilai, meskipun well-being lansia secara keseluruhan sudah baik, pemberian bantuan ekonomi bagi lansia sangat membantu untuk mengatasi masalah ekonomi mereka.
Sementara itu, hasil survei kesejahteraan lansia dari sisi kesehatan menunjukkan, kurang dari 40,1 % lansia merasa sakitnya mengganggu aktivitas keseharian, dan 24,6 % mempunyai penyakit kronis. Lansia perempuan yang melaporkan memiliki penyakit kronis lebih banyak dibanding laki-laki.
Mayoritas lansia mempunyai penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes dan rematik. Jumlah obat yang diminu rata-rata 1,4 butir sehari dan bahkan 31,9 % tidak meminum obat/vitamin.
Dari aspek sosial, mayoritas lansia memiliki kepuasan yang baik terkait hubungan dengan keluarga, masyarakat dan merasa aman.
Mayoritas lansia sudah vaksin namun akses untuk mendapatkan vaksin secara lengkap sulit, hanya 36,6 % yang sudah vaksin booster. Alasannya, belum ada lagi program vaksin serta kekhawatiran akan efek samping. Lebih banyak lansia laki-laki yang mendapatkan vaksin dibandingkan lansia perempuan.
Puskesmas menjadi layanan kesehatan yang paling banyak diakses lansia selama pandemi, terlebih bagi lansia yang tinggal di Indonesia Timur. Sebanyak 45,3 % responden merasa layanan BPJS perlu ditingkatkan. Sedangkan 51,1 % responden merasa layanan kesehatan pemerintah perlu ditingkatkan.
Terkait vaksin, akses vaksin kedua dan ketiga bagi lansia perlu ditingkatkan. Upaya yang bisa dilakukan seperti membuka tempat vaksin di daerah yang mudah dijangkau, memperbanyak edukasi mengenai efek samping yang menyasar kepada keluarga lansia, dan mendorong keluarga untuk mengedukasi lansia di sekitarnya dan membantu mendaftarkan vaksin.
Selain vaksin, PERGEMI menilai perlu ada peningkatkan pelayanan kesehatan bagi lansia secara gratis, atau dengan biaya terjangkau di tempat yang mudah diakses. Misalnya, dengan memanfaatkan Posyandu Lansia dan Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan serta memudahkan administrasi BPJS untuk lansia seperti antrean khusus atau pelayanan yang lebih cepat.
Survei Kesejahteraan Lansia dirilis bertepatan dengan peringatan Hari Lanjut Usia Nasional, Minggu (29/5). Adapun isi survei meliputi personal well being, pengalaman vaksin, persepsi terhadap layanan kesehatan dan persepsi terhadap peran pemerintah.
Metode survei menggunakan telesurvei yaitu dilakukan dari jarak jauh, dengan menggunakan perangkat komunikasi. “Ini merupakan survei awal dan yang terbesar khusus kelompok lansia di Indonesia,”kata Kuntjoro, Minggu (29/5).
Webinar ini dibuka oleh Wakil Menteri Kesehatan Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Harbuwono SpPD, PhD KEMD dan Ketua Umum PB PERGEMI Prof. Dr. dr. Siti Setiati Sp.PD.,K-Ger., M.Epid serta sambutan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K).
Survei melibatkan 816 responden, terdiri dari 57,2 % perempuan dan 42,8 % laki-laki, yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia pada 9–22 Mei 2022. Responden terbagi dalam lima kategori, usia yaitu 60-65 tahun (64,2 %), 66-70 tahun (20,1 %), 71-75 tahun (9,6 %), 76-80 tahun (3,7 %) dan >80 tahun (2,5 %).
Sementara itu, survei diambil dari beragam sektor pekerjaaan responden. Untuk responden wiraswasta atau pedagang sebanyak 52,3 %, buruh 12,2 %, petani atau nelayan 8 %, freelance atau pekerjaan tidak tetap 5 %, berkebun 3,4 %, sopir atau ojek online 3,1 %, pengajar atau guru atau dosen dengan status tetap 2,7 %, karyawan swasta 2,3 %, ibu rumah tangga 1,9 % dan responden lainnya seperti penjahit, asisten rumah tangga, dll mencapai 9,1%.