Delegasi EDM-CSWG Sepakati Pre-Zero Draft untuk Pertemuan Menteri G20
Pertemuan Kedua Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (2nd EDM-CSWG) negara-negara anggota G20 di Jakarta resmi berakhir. Pada pertemuan ini, para delegasi sepakat membuat pre-zero draft untuk dibahas lebih lanjut pada pertemuan tingkat menteri di Bali Agustus nanti.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian LHK, Laksmi Dhewanthi, menyampaikan bahwa pertemuan kedua ini memiliki posisi penting, karena menjadi perantara sebelum membahas Ministerial Communique.
Untuk menghasilkan Ministerial Communique, sebelumnya telah dilakukan 19 sesi workshop tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim. "Sampai dengan nanti bulan Agustus, menghasilkan suatu dokumen yang disebut Ministerial Communique of Environment and Climate and Sustainability,” Ungkap Laksmi, dalam keterangan resmi, Rabu (22/6).
Menurutnya, Communique akan memuat berbagai elemen atau paragraf yang mencerminkan komitmen negara-negara G20. Laksmi memberikan contoh misalnya, nanti G20 berkomitmen terus meningkatkan upaya untuk mengendalikan perubahan iklim, agar bisa berkontribusi dalam menahan laju kenaikan rata-rata suhu pada batas dari 1,5 C.
Selain itu, terdapat juga komitmen untuk mendorong negara maju agar bisa memenuhi janjinya untuk memberikan pendanaan kepada negara berkembang. “Communique ini merefleksikan hal-hal yang dibahas dalam pertemuan dan hal-hal yang ingin disampaikan oleh negara G20 di dalam EDM-CSWG ini sebagai komitmen, seruan, dan sebagai suatu rencana ke depannya,” jelasnya.
Laksmi menjelaskan, menjadi Presidensi G20 membuka kesepatan bagi Indonesia untuk menetapkan agenda besar G20. Terdapat 3 agenda utama, yaitu memberikan kontribusi kepada pembentukan arsitektur kesehatan global, terutama karena Indonesia menjadi Presidensi G20 di masa pandemi Covid-19. Kemudian, transformasi digital untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Terakhir, persoalan trasnsisi energi.
“Ini adalah kesempatan baik Indonesia untuk menunjukkan bahwa kita memimpin dalam beberapa agenda terkait dengan perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan,” terang Laksmi.
Hal senada juga diungkapkan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian LHK, Sigit Reliantoro. Pada kesempatan ini dia menyampaikan, pertemuan kedua telah membahas topik meyangkut persoalan degradasi tanah, menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati, manajemen air yang berkelanjutan dan terintegrasi, efisiensi sumber daya dan ekonomi sirkular, sampah di laut, konservasi laut, dan sustainable finance.
Sedangkan pada bagian CSWG, terdapat 3 isu yang mencakup bagaimana peran co-benefit antara aksi mitigasi dan adaptasi, untuk bisa menyiapkan suatu kondisi atau komunitas yang punya ketahanan iklim. Selanjutnya, bagaimana memperkuat aksi dan kerja
sama kemitraan khusus untuk inisiatif pengelolaan laut yang berkelanjutan. Kemudian terakhir, bagaimana mendorong dan mempercepat implementasi dari NDC, dengan pendekatan atau transisi yang berkelanjutan dari kondisi sekarang menjadi rendah karbon serta berketahanan iklim.
“Kita mendapatkan apresiasi mengenai isu-isu dan bagaimana kita bisa menggabungkan concern dari negara-negara G20 ini. Mengenai land degradation, sebenarnya tidak terlalu banyak catatan yang bertentangan, ada beberapa isu berkaitan dengan kesamaan target, dan target yang lebih ambisius, keduanya perlu disinkronkan dengan kebutuhan negara maju dan kebutuhan negara berkembang,” ungkap Sigit.
Sigit melanjutkan, dari EDM juga terdapat agenda dari kebijakan Presiden Joko Widodo mengenai pemulihan lahan gambut dan mangrove yang didorong menjadi agenda G20.
“Kita akan mendorong apa yang sudah dimiliki oleh Indonesia, kita memiliki regulasi dan technical expertise dan bukti-bukti kerja di lapangan yang dapat kita bagi, terutama ke negara yang memiliki ekosistem gambut tropis,” terang Sigit.
Menurut Sigit, pemulihan gambut dan mangrove tersebut merupakan isu yang sangat penting, meskipun hanya 3% dari permukaan bumi, namun peatland dan mangrove atau wetland memiliki fungsi yang luar biasa karena dapat menyerap CO2 empat kali lipat lebih besar daripada hutan tropis biasa.