Dugaan Penyelewengan Dana Umat ACT, Baznas: Bukan Urusan Kami
Polemik dugaan penyelewengan dana umat oleh yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Pimpinan Baznas, Nadratuzzaman Hosen mengungkapkan bahwa kasus ACT yang kini tengah dalam penyidikan kepolisian bukanlah tanggung jawabnya.
Alasannya, ACT bukanlah lembaga amil zakat (LAZ), melainkan lembaga filantropi kemanusiaan. “Persoalan ACT kami tidak bisa sentuh, karena ACT bukan LAZ,” kata Hosen dalam diskusi bertema 'Masihkah Lembaga Filantropi Islam Bisa Dipercaya' di Jakarta, Kamis (14/7).
Hosen menyatakan pihak yang semestinya mengintervensi yaitu Kementerian Sosial (Kemensos). Selain itu, ACT juga disebutnya mesti tunduk kepada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang Atau Barang. “Jadi tidak tunduk terhadap Undang-Undang Zakat (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat),” ujarnya.
Hosen menyatakan banyak yang menganggap ACT sebagai lembaga filantropi berbasis keagamaan karena kerap menggunakan label islami dalam berbagai proyeknya. Padahal, status ACT adalah yayasan filantropi umum berbasis kemanusiaan.
Oleh sebab itu, dia mengusulkan agar terdapat pembagian yang jelas dalam lingkup dana masyarakat untuk keagamaan dan kemanusiaan. “Kalau dalam bahasa agama, Kemensos hanya bisa mengambil hibah saja. Sedekah dan infak itu keagamaan,” katanya.
Meski hanya memayungi lembaga-lembaga amil zakat, Hosen mengungkapkan bahwa hasil pengumpulan zakat biasanya digunakan untuk kegiatan umum, termasuk yang berbasis kemanusiaan. Sebagai contoh, Hosen menuturkan bahwa Baznas sering bergerak dalam kegiatan tanggap bencana, termasuk di daerah yang penduduknya minoritas Islam.
“Jadi tidak eksklusif. Jangan dianggqp nanti kalau zakat seolah-olah hanya orang islam saja yang dapat manfaat,” katanya.
Terkait dengan kasus ACT, pemerintah melalui Kemensos telah resmi mencabut izin pengumpulan uang dan barang (PUB) ACT. Setelah ini, ACT tak lagi diizinkan untuk menyelenggarakan kegiatan pengumpulan uang dan barang dari masyarakat.
Pencabutan izin itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi pada Selasa (5/7).
Muhadjir menyampaikan bahwa pencabutan izin PUB karena ACT terindikasi melanggar Peraturan Menteri Sosial (Permensos) 8 tahun 2021 tentang PUB. Namun, Muhadjir tak merinci bagian mana dari peraturan tersebut yang dilanggar.
“Nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal, baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” kata Muhadjir dalam keterangan resminya pada Rabu (6/7).
Tak hanya Permensos, ACT juga terindikasi melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Di dalam Pasal 6 Ayat 1 PP tersebut, termaktub bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan. Akan tetapi, ACT menggunakan 13,7% hasil pengumpulan uang dan barang dari masyarakat untuk dana operasional yayasan.
Saat ini Bareskrim Polri telah membentuk tim khusus untuk menangani kasus dugaan penyelewengan dan memeriksa mantan Presiden ACT, Ahyudin dan Presiden ACT, Ibnu Khajar.