KPU Siapkan Aturan, Eks Narapidana Tak Boleh Jadi Caleg Selama 5 Tahun
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan klausul baru dalam draf PKPU untuk Pemilu 2024. Aturan baru tersebut adalah syarat administratif calon anggota legislatif berupa surat pengadilan yang menyatakan tidak pernah dipidana selama 5 tahun atau lebih.
Meski demikian, hal tersebut dipermasalahkan Komisi II DPR lantaran tidak tertuang pada Ayat (2) Pasal 240 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menjelaskan klausul tersebut merupakan penyempurnaan dari Huruf (c) Ayat (2) Pasal 240 UU Pemilu. Pada intinya, poin tersebut menyerahkan salah satu syarat bakal calon legislatif kepada putusan pengadilan.
"Oleh karena itu, data valid seseorang pernah dipidana atau tidak adalah surat keputusan dari pengadilan," kata Hasyim dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR, Rabu (12/4).
Hasyim menilai surat pengadilan tersebut memfasilitasi para bakal calon legislatif. Pasalnya, ada azas hukum yang berbunyi: 'Barang siapa menyatakan, dia harus membuktikan'.
KPU juga telah berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi terkait penyempurnaan klausul tersebut pada 2018. Menurut Hasyim, MK mengarahkan agar komisi melaksanakan putusan tersebut.
"Klausul surat pernyataan sudah pernah dikonfirmasikan saat Judicial Review yang akhirnya mengatur pengurus partai politik dilarang mencalonkan diri sebagai anggota DPD Provinsi," kata Hasyim.
Hasyim mengatakan MK mengizinkan bakal calon yang telah dipidana dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih dengan syarat. Adapun, syarat tersebut adalah bakal calon tersebut sudah menjalani hukuman, dinyatakan bebas, dan mengumumkan hal tersebut di media massa. Namun ketentuan media massa tersebut pada petunjuk teknis dalam waktu dekat.
Selain itu, Hasyim mengumumkan jadwal Pemilu 2024 tidak akan berubah. Oleh karena itu, ia mengingatkan para peserta Pemilu 2024 untuk mendaftarkan calon legislator di segala tingkat ke KPU pada 1-14 Mei 2023.
Hasyim menyatakan syarat penerbitan surat tersebut adalah Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau SKCK dari Kepolisian. Draf Peraturan KPU menyatakan SKCK tersebut hanya bisa diterbitkan dari Markas Besar Kepolisian atau di DKI Jakarta.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP M. Rifqinizamy Karsayuda menyebut syarat penerbitan surat dari pengadilan menyulitkan calon legislator. Oleh sebab itu ia meminta KPU menyederhanakan syarat tersebut.
Menurutnya, KPU dapat melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk memeriksa para bakal calon legislatif secara mandiri alih-alih meminta surat pernyataan pengadilan.
"Daripada ratusan bakal caleg pergi ke sana, mending bapak saja memeriksa mana yang sudah dihukum atau belum," kata Rifqinizamy.
Di samping itu, Rifqinizamy menemukan penerbitan SKCK yang dijadikan syarat penerbitan surat pernyataan pengadilan hanya bisa dilakukan di Markas Besar Kepolisian di DKI Jakarta.
Sedangkan Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengimbau KPU untuk berkoordinasi dengan Mahkamah Agung untuk memeriksa catatan kriminal bakal caleg. Menurutnya, hal tersebut lebih efektif dibandingkan memohon surat pernyataan dari pengadilan.
"Di MA bisa diinput data, keluar semua informasi," kata Doli.