Dewas KPK Anggap Firli Bahuri Tak Langgar Kode Etik dalam Kasus Endar
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK tak menemukan bukti dugaan pelanggaran Ketua KPK Firli Bahuri terkait pemberhentian Brigjen Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK. Dewas KPK juga tak menemukan bukti pelanggaran
dugaan bocornya dokumen penyelidikan kasus korupsi di Kementerian ESDM.
"Tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam konferensi pers di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (19/6).
Tumpak mengatakan tak ditemukan cukup bukti pelanggaran kode etik serta kode perilaku terkait dugaan kebocoran dokumen penyelidikan korupsi di Kementerian ESDM. Dewas KPK membuat kajian setelah menerima laporan dari mantan Direktur Penyelidikan KPK, Brigjen Endar Priantoro, bersama 16 pihak lainnya pada tanggal (27/3) lalu.
Putusan tersebut merupakan hasil dari klarifikasi yang telah Dewan Pengawas KPK lakukan terhadap 10 orang, baik internal maupun eksternal KPK.
Dugaan pelanggaran kode etik tersebut sempat menjadi bahasan dan viral lantaran akun Twitter Rakyat Jelata @dimdim0783 mengunggah sebuah video yang merekam penyidik dan tim penyelidik KPK tengah berbincang dengan seorang pejabat Kementerian ESDM pada saat penggeledahan.
Pada video itu, tampak dokumen yang disinyalir berisi informasi mengenai kegiatan penyelidikan yang diperoleh dari Firli sebagai Ketua KPK.
Tumpak menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan Dewas, dokumen tersebut tidak identik dengan dokumen penyelidikan.
"Bahwa tiga lembar kertas yang ditemukan pada waktu penggeledahan tidak identik pada hasil transinfomasi yang dibuat oleh penyelidik KPK," kata Tumpak.
Selain itu, Tumpak mengatakan, tidak ada komunikasi antara Pejabat Eselon II Kementerian ESDM, Muhammad Idris Frayoto Sihite, dengan Firli Bahuri. Maupun antara Firli dengan Menteri ESDM, Arifin Tasrif.
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut, Dewas KPK memutuskan belum cukup bukti untuk membuktikan pembocoran dokumen penyelidikan yang dilakukan Firli. Sehingga, menurutnya tak ada pelanggaran etik yang dilakukannya.
Di sisi lain, keputusan serupa juga berlaku untuk dugaan pelanggaran etik terkait pemberhentian Brigjen Endar Priantoro dari posisinya sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan masalah keabsahan pemberhentian Endar selaku Direktur Penyelidikan KPK bukan merupakan kewenangan Dewan Pengawas, melainkan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara.
Adapun sejumlah simpulan yang ditarik oleh Dewan Pengawas KPK adalah pemberhentian Endar merupakan keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat konkrit, individual, dan final.
Pemberhentian tersebut merupakan produk dari kewenangan pejabat administrasi negara.
"Penilaian keabsahan-nya merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara," ujarnya.
Syamsuddin memaparkan, surat putusan pemberhentian Endar merupakan hasil Rapat Pimpinan KPK yang dilakukan pada (29/3) lalu.
"Pimpinan KPK selaku pengguna dari pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK dapat mengangkat, memperpanjang, maupun mengembalikan, atau memberhentikan pejabat struktural dan fungsional yang ada di KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Syamsuddin.
Berdasarkan hal tersebut, ia mengatakan Dewas KPK memutuskan laporan terhadap Firli yang dilayangkan Endar dan Sultoni itu tidak cukup bukti, sehingga Firli terbebas dari sidang etik.