Jokowi Ajak ASEAN dan Negara Maju Kerja Sama: Menang Tanpa Ngasorake
Presiden Joko Widodo mengajak mitra ASEAN untuk meninggalkan pandangan zero-sum dan mengambil pendekatan saling menguntungkan. ASEAN, menurut Jokowi, membutuhkan pengertian, kebijaksanaan, dan dukungan dari negara-negara maju.
Pendekatan zero-sum merupakan pendekatan yang membuat semua pihak kalah atau merugi. Jokowi menyampaikan ASEAN memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pertumbuhan perekonomian global.
"Ada sebuah pepatah di Indonesia, yaitu Menang Tanpa Ngasorake. Artinya, kita dapat menjadi pemenang tanpa merendahkan yang lain, tanpa mengalahkan yang lain," kata Jokowi dalam saluran resmi Sekretariat Presiden, Jumat (14/7).
Hadir pula dalam pertemuan tersebut di antaranya Menlu AS Antony J. Blinken; Menlu Rusia Sergey Lavrov, Direktur Urusan Luar Negeri Komite Pusat Partai Komunis China, Wang Yi.
Jokowi optimistis dapat memanfaatkan momentum keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini untuk meningkatkan kontribusi ASEAN ke Indopasifik dan dunia. Jokowi mengatakan pemerintah Indonesia telah berhasil saat mendapuk presidensi G20 pada tahun lalu.
Menurutnya, Presidensi G20 Indonesia 2023 berada dalam kondisi krisis global dengan rivalitas yang tajam. Walau demikian, kata Jokowi, Indonesia dapat tetap bekerja dan menghasilkan hal-hal yang bermanfaat atas dukungan negara-negara sahabat.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menekankan ASEAN berkomitmen terus memperkuat persatuan dan solidaritas. Oleh karena itu, Jokowi menegaskan ASEAN tidak boleh jadi ajang persaingan dan perpanjangan tangan negara manapun.
"Saya percaya keadaan Anda di ASEAN Foreign Minister Meeting dan di Post Ministerial Conference adalah untuk mencari penyelesaian masalah-masalah kawasan, masalah-masalah dunia. Bukan justru sebaliknya," ujar Jokowi.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Indonesia kembali mengecam kekerasan di Myanmar. Kekerasan yang berakar pada konflik politik tersebut sudah berlangsung selama lebih dua tahun sejak negara tersebut dikuasai junta militer.
"Kami masih sangat prihatin melihat kekerasan yang terus berlanjut dan meningkat di Myanmar. Indonesia mengutuk keras penggunaan pasukan dan kekerasan," ujarnya saat membuka Asean Ministerial Meeting, Rabu (12/7).
Di depan menteri luar negeri ASEAN lainnya, ia mengajak semua pihak untuk ikut mengecam kekerasan yang masih berlangsung di Myanmar. Hal ini untuk membangun kepercayaan dan membantu kelancaran penyaluran bantuan serta dialog.
Dialog akan membuka jalan menuju solusi politik dan saat ini dinilai menjadi waktu yang tepat untuk mendorong dialog antar pihak di Myanmar. "Hanya situasi politik yang akan menghasilkan perdamaian tahan lama," kata Retno.