Tanggapi Konflik Rempang, Menko Muhadjir: Masyarakat Harus Diakomodir

Ira Guslina Sufa
13 September 2023, 13:27
Menko PMK tanggapi kasus Rempang Batam
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
Menkopolhukam Mahfud MD (tengah) bersama Menko PMK Muhadjir Effendy (kiri) dan Kepala BP2MI Benny Rhamdani (kanan) memberikan keterangan kepada media di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (4/7/2023).

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy aspirasi masyarakat menjadi bagian penting yang harus diperhatikan. Ia mengatakan meski investasi harus terus di jalan tetapi tidak boleh meninggalkan peran masyarakat. 

"Investasi juga harus tetap jalan tetapi masyarakat juga tetap harus diakomodasi aspirasinya," ujar Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Rabu (13/4). 

Pernyataan tersebut disampaikan Muhadjir menanggapi sengketa lahan yang terjadi antara warga dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam). Muhadjir berharap kedua belah pihak yang bersengketa dapat menemukan titik terang sehingga konflik dapat diredam. 

"Mudah-mudahan segera ada solusi yang memuaskan semua pihak," ujar Muhadjir. 

Muhadjir menjelaskan investasi di dalam negeri harus disambut baik apabila memenuhi ketentuan yang berlaku. Apalagi, kata dia, mencari investor saat ini bukanlah perkara mudah.

 Ia bercerita bahwa dirinya turut menyaksikan penandatanganan investasi di Chengdu, China, untuk Pulau Rempang. Saat itu dia mengakui proses negosiasi antara pengusaha dan masyarakat berjalan alot. Meski begitu, Muhadjir menekankan pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan tidak bisa dikesampingkan. 

“Kalau itu berkaitan dengan masyarakat, yo, masyarakat juga harus didengar dan kemudian dicarikan jalan keluar pokoknya harus ada titik temu," kata Muhadjir.

 

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa lahan tinggal sebagai pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

"Jadi, masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu, semuanya ada di bawah otorita Batam," ujar Hadi.

Dia menjelaskan lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare ini merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu. Sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Hadi mengatakan, sebelum terjadi konflik di Pulau Rempang, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Menurut dia, hampir 50 persen dari warganya menerima usulan yang telah disampaikan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...