Aksi Gejayan, Sejarah Mahasiswa Yogyakarta Menggugat Pemerintah

Safrezi Fitra
13 Februari 2024, 18:57
Gejayan, aksi gejayan, gejayan memanggil, Sejarah Mahasiswa Yogyakarta Menggugat Pemerintah
ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/agr/rwa.
Button AI Summarize

Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus di Daerah Istimewa Yogyakarta beserta elemen masyarakat menggelar aksi di simpang tiga Gejayan, Jalan Affandi, Kapanewon Depok, Sleman pada Senin (12/2). Aksi 'Gejayan Memanggil Kembali' ini sebagai bentuk protes terhadap dugaan campur tangan politik dalam Pemilu dan Pilpres 2024.

Para akademisi dan masyarakat Yogyakarta yang ikut dalam aksi ini menilai Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi pemilih agar mendukung calon presiden Prabowo Subianto. Meskipun Jokowi belum secara terang-terangan mendukung salah satu kandidat, namun ia telah tampil bersama Prabowo di depan publik, sementara putranya mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.

Mereka mengecam ketidaknetralan Jokowi, yang dianggap merusak demokrasi dengan memberikan keuntungan yang tidak adil kepada salah satu kandidat. Dalam protesnya, mereka membawa poster bertuliskan "Adili Jokowi dan Kroni-kroninya" serta memukul alat musik bambu sebagai bentuk perlawanan.

Aksi Gejayan ini bukanlah pertama kali dilakukan para mahasiswa di Yogyakarta. Aksi ini memiliki sejarah penting dalam perjuangan mahasiswa protes terhadap pemerintah. Bagaimana asal usul Aksi Gejayan Memanggil? Berikut ulasannya.

Asal Usul Aksi Gejayan

Gejayan adalah nama jalan yang menghubungkan jalan Solo dan Ringroad Utara di Yogyakarta. Jalan Gejayan yang kini bernama Jalan Affandi menghubungkan berbagai kampus utama di Yogyakarta. Ada tiga perguruan tinggi besar yang berlokasi di sekitar ruas jalan ini, yakni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Sanata Dharma, serta Universitas Atma Jaya.

Jalan Gejayan cukup strategis karena mudah diakses dari beberapa kampus besar lain seperti Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Kristen Duta Wacana, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran”, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND, dan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS).

Jalan ini sempat menjadi saksi perlawanan mahasiswa Yogyakarta terhadap pemerintahan Orde Baru pada 1998. Para mahasiswa melakukan demonstrasi untuk menunjukkan keprihatinan mereka atas kondisi ekonomi negara serta menolak Soeharto berkuasa lagi sebagai presiden.

Keresahan mahasiswa memuncak dipicu kemenangan Golkar pada Pemilu 1997, yang membuka peluang memperpanjang masa kekuasaan Soeharto. Para mahasiswa di Yogyakarta pun segera bertindak karena mereka tidak ingin Soeharto kembali berkuasa.

Mahasiswa UGM menggelar referendum tentang kepemimpinan nasional yang hasilnya menyatakan bahwa lebih dari 90 persen menolak Soeharto menjadi presiden lagi. Ketika hasil referendum diumumkan, para mahasiswa segera mendapatkan tekanan dari kampus, kepolisian, hingga intel militer.

Para mahasiswa di sekitar Yogyakarta pun melakukan demonstrasi maraton di sejumlah tempat dan puncaknya terjadi pada 8 Mei 1998. Saat itu ribuan mahasiswa menggelar aksi di Bundaran Kampus UGM menyampaikan keprihatinan mereka atas kondisi ekonomi negara, penolakan Soeharto untuk dijadikan presiden kembali, memprotes kenaikan-kenaikan harga, dan mendesak agar dilakukan reformasi.

Peristiwa Berdarah Gejayan

Aksi Gejayan menjadi peristiwa berdarah ketika ratusan orang luka-luka dan satu mahasiswa bernama Moses Gatotkaca tewas. Bentrokan antara demonstran dengan aparat berlangsung dari sore hingga malam hari pada 8 Mei 1998.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...