Putusan MK Terbaru Bisa Kikis Dominasi Partai Besar di Senayan

Amelia Yesidora
2 Maret 2024, 08:00
mk, partai politik, parlemen
ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.
Hakim Konstitusi Saldi Isra (tengah), Enny Nurbaningsih (kiri), dan Arief Hidayat (kanan) memimpin sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengapresiasi langkah Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas parlemen 4%. Ia menilai konsep ini bisa menguntungkan bagi partai kecil dan rakyat secara umum.

“Perlu diingat, dominasi partai politik besar dengan sengaja men-guillotine, memukul, atau menghilangkan nilai keterpilihan partai kecil adalah masalah konstitusi yang serius,” katanya pada Katadata.co.id, Jumat (1/3).

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Andalas ini mengatakan putusan MK bisa membuat parlemen Indonesia makin beragam. Suara dan keterpilihan partai kecil pun tidak dikonversi ke partai besar karena mereka tidak melewati ambang batas parlementer atau parlementiary treshold.

“Jadi mereka (partai kecil) punya potensi dapat kursi di DPR, ini akan membuat parlemen kita beragam,” ujarnya.

Meski demikian, Feri juga menyoroti bagaimana MK yang tidak konsisten dalam memutuskan peraturan. Hal ini terkait dengan keputusan MK menghapuskan peraturan batas usia untuk seorang capres dan cawapres yang diberlakukan saat itu juga, sementara keputusan ambang batas parlemen berlaku 2029.

"Kalau ambang batas parlementer 4% diberlakukan di 2029, kenapa kemudian untuk batas usia presiden malah diberlakukan mundur atau seketika?” ujarnya.

Saat ditanya terkait kemungkinan peraturan ini mengakomodasi salah satu partai kecil untuk maju ke Senayan, Feri tidak memberi pandangan khusus. “Tinggal dibuktikan saja,” katanya.

Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri menilai ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4% suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus dihapuskan sebelum Pemilu 2029. Mahkamah menilai aturan itu tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.

Hal itu merupakan putusan perkara nomor 116/PUU-XXI/2023 yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, pada Kamis (29/2). Permohonan tersebut diajukan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

MK menyatakan Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029. 

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan.

Reporter: Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...