Aturan Speaker Masjid yang Kontroversial

Safrezi Fitra
13 Maret 2024, 15:46
Aturan Speaker Masjid, pengeras suara masjid, toa masjid, tarawih, tadarus
ANTARA FOTO/Makna Zaezar/Spt.
Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan aturan mengenai penggunaan pengeras suara atau speaker di masjid dan musala selama bulan Ramadan.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan aturan mengenai penggunaan pengeras suara atau speaker di masjid dan musala selama bulan Ramadan tahun ini. Meski banyak mendapat dukungan dari sejumlah organisasi masyarakat, aturan ini tetap saja menimbulkan kontroversi di masyarakat, khususnya umat muslim.

Melalui Surat Edaran (SE) Menag Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta agar pelaksanaan salat tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarus Al-Quran menggunakan pengeras suara dalam. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengutamakan nilai-nilai toleransi.

Menurut aturan tersebut, pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan atau diarahkan ke dalam ruangan masjid atau musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan atau diarahkan ke luar ruangan masjid atau musala.

Menanggapi aturan ini, warganet ramai memperdebatkannya di media sosial. Beberapa ada yang setuju pemakaian speaker masjid luar dibatasi untuk kegiatan tertentu, tapi ada juga yang menolak. Bahkan tidak semua masjid di Indonesia mematuhi peraturan tersebut. Sejak awal Ramadan tahun ini, masih banyak masjid yang tetap menggunakan alat pengeras suara luar untuk kegiatan tarawih dan tadarus.

Beberapa ulama pun bersuara terkait aturan ini, salah satunya Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah yang menyampaikan ceramah soal pembatasan speaker masjid. Dalam video yang beredar di media sosial, Gus Miftah memprotes imbauan tadarusan tak boleh menggunakan speaker dan membandingkannya dengan acara dangdutan yang bisa berlangsung hingga pukul 1 pagi.

Perdebatan pun muncul antara Gus Miftah dengan Kemenag. Kemenag menyebut Gus Miftah gagal paham lantaran membandingkan imbauan penggunaan speaker itu dengan dangdutan yang menurutnya tidak dilarang bahkan hingga pukul 1 pagi.

"Sebagai penceramah, biar tidak asbun (asal bunyi) dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya. Kalau nggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah," kata juru bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie, dalam keterangannya di situs resmi Kemenag, Senin (11/3).

Tak terima dikatakan asbun dan provokatif, Gus Miftah lantas mengatakan Kemenag baper (terbawa perasaan), karena dia tidak menyebut Kemenag dalam ceramahnya. 

"Intinya, Gus Miftah sendiri sudah mengklarifikasi, bukan Kemenag yang dimaksud. Jadi jelas, Kemenag tidak pernah mengeluarkan larangan penggunaan pengeras suara di masjid," kata Anna Hasbie.

Aturan Penggunaan Speaker Masjid

Sebelumnya, Menteri Yaqut telah mengatur penggunaan speaker melalui Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Surat Edaran ini sebagai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala dengan tujuan untuk mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama.

Berikut tata cara penggunaan pengeras suara di masjid dan musala berdasarkan SE Menag Nomor 5 Tahun 2022:

  1. Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara pada Waktu Salat:
    - Salat Subuh
    Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Quran atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit. Pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan pengeras suara dalam.
    - Salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya
    Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama lima menit.
    Sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.
    - Salat Jumat
    Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Quran atau selawat dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit
    Penyampaian pengumuman mengenai petugas Jumat, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khotbah Jumat, Salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.
  2. Pengumandangan azan menggunakan pengeras suara luar.
  3. Kegiatan Syiar Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam
    - Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Al-Quran menggunakan pengeras suara dalam.
    - Takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.
    - Pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar.
    - Takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan salat rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam.
    - Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan pengeras suara luar.

Saat aturan tersebut dikeluarkan di masa Pandemi Covid-19, memang sudah banyak menimbulkan perdebatan. Namun, Menteri Yaqut tetap konsisten. Kini dia kembali mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.

Berikut penjelasan aturannya SE Menag Nomor 1 tahun 2024:

1. Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan 1 Ramadan 1445 Hijriah/2024 Masehi.
2. Umat Islam melaksanakan ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri sesuai dengan syariat Islam dan menjunjung tinggi nilai toleransi.
3. Umat Islam dianjurkan untuk mengisi dan meningkatkan syiar pada bulan Ramadan dengan tetap mempedomani Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
4. Umat Islam diimbau untuk melaksanakan berbagai kegiatan di masjid, musala, dan tempat lain dalam rangka syiar Ramadan dan menyampaikan pesan-pesan taqwa serta mempererat persaudaraan sesama anak bangsa.
5. Takbiran Idul Fitri dilaksanakan di masjid, musala, dan tempat lain dengan ketentuan mengikuti Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
6. Takbir keliling dilakukan mengikuti ketentuan pemerintah setempat dan aparat keamanan dengan tetap menjaga ukhuwah Islamiyah.
7. Salat Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah/2024 Masehi dapat diadakan di masjid, musala, dan lapangan.
8. Materi ceramah Ramadan dan khutbah Idul Fitri disampaikan dengan menjunjung tinggi ukhuwah Islamiyah, mengutamakan nilai-nilai toleransi, persatuan dan kesatuan bangsa, serta tidak bermuatan politik praktis sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 09 Tahun 2023 tentang Pedoman Ceramah Keagamaan.
9. Mengimbau kepada umat Islam untuk lebih mengoptimalkan zakat, infak, wakaf, dan sedekah di bulan Ramadan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat.

Menurut Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie, edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Tadarus Al-Qur'an menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Namun, demi kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam.

"Ini juga bukan edaran baru, sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978. Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-Qur'an menggunakan pengeras suara ke dalam," ujarnya.

Tanggapan NU, Muhammadiyah, dan Dewan Masjid

Di luar perdebatan yang terjadi di masyarakat, organisasi islam seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, hingga Dewan Masjid Indonesia (DMI) justru mendukung aturan mengenai penggunaan speaker di masjid dan musala selama Ramadan tahun ini.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai penggunaan pengeras suara bisa disesuaikan dengan kondisi di sekitar masjid. Ini untuk menjaga toleransi beragama di lingkungan yang majemuk.

"Saya kira ini bisa menyesuaikan dengan kondisi dan kearifan lokal, masyarakat yang hidup dalam lingkungan majemuk perlu menjaga toleransi dan kerukunan," kata Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur kepada wartawan, Senin (11/3).

Namun, menurutnya penerapan imbauan itu tidak bisa begitu saja diterapkan di setiap masjid. Dia mencontohkan dengan situasi di lingkungan pesantren dan pedesaan dengan mayoritas penduduk Islam, aturan ini bisa lebih longgar.

Sementara itu PP Muhammadiyah memahami dan mengapresiasi aturan tersebut. Bahkan Sekretaris Umum PP Muhammmadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan di masjid-masjid Muhammadiyah sudah sejak awal tidak ada salat tarawih dan tadarus Al-quran dengan menggunakan speaker luar.

"Syiar Ramadan tidak bisa diukur dari sound yang keras, tapi dari kekhususan ibadah yang ikhlas," ujarnya, Senin (11/3).

Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah mengimbau anggota-anggota terkait aturan penggunaan speaker dalam masjid ini sejak tahun lalu. DMI juga meminta agar imbauan Menteri Yakut soal penggunaan pengeras suara dalam masjid ketika tadarus dan tarawih tidak disalahpahami. Menurutnya, imbauan itu bukan berarti untuk membatasi.

"Saya kira yang dimaksud lebih sebagai untuk mempertahankan kesyahduan dalam terutama kehidupan perkotaan yang sangat heterogen dalam perspektif keyakinan keagamaan dan juga karena pola kehidupan sosial ekonomi yang teknokratis dengan periode jam kerja dan kualitas waktu istirahat," kata Sekjen DMI Imam Addaruqutni, Senin (11/3).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...