Langkah Nadiem Tak Wajibkan Ekskul Pramuka Tuai Pro dan Kontra

Ringkasan
- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengeluarkan aturan baru yang menjadikan kegiatan Pramuka tidak lagi sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah, menimbulkan perdebatan di kalangan pengamat pendidikan mengenai pentingnya Pramuka untuk pembinaan toleransi dan cinta negara.
- Pengamat Pendidikan dari Vox Populi Institute, Indra Charismiadji, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap penghapusan Pramuka sebagai ekskul wajib, menyoroti tindakan pemerintah yang dianggap mendadak tanpa kajian dasar, sementara Itje Chodijah dari Universitas Pendidikan Indonesia menyebut penghapusan tersebut sebagai langkah yang sudah lama dipertimbangkan karena tidak semua sekolah memiliki pembina Pramuka.
- Dengan terbitnya Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024, Pramuka kini menjadi salah satu ekskul krida pilihan di samping ekskul lain seperti Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), dan lain-lain, menggantikan ketentuan sebelumnya yang mewajibkan siswa di pendidikan dasar dan menengah untuk mengikuti Pramuka.

Langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menghapus Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah menuai pro kontra di kalangan pengamat pendidikan. Salah satu pertimbangan utamanya adalah ketersediaan pembina Pramuka di sekolah-sekolah.
Pengamat Pendidikan Vox Populi Institute, Indra Charismiadji, tidak setuju dengan penghapusan Pramuka sebagai ekskul wajib. Menurutnya, Pramuka adalah salah satu gerakan pemuda yang penting untuk membina sifat toleransi dan cinta negara. Indra mengatakan seharusnya pemerintah mengambil keputusan tidak berdasar keinginan orang tua saja.
“Gampangnya, orang tua murid bakal pilih anak berkegiatan Pramuka atau ikut bimbel? Pasti pilih bimbel. Jadi ini jangan dilihat sebagai sebuah upaya untuk menyenangkan orang tua,” ujarnya pada Katadata.co.id, Selasa (2/4).
Indra juga menyoroti peraturan menteri ini yang muncul secara tiba-tiba. Ia berpendapat harusnya pemerintah mengadakan kajian dasar dan dialog dengan pihak terkait sebelum memutuskan kebijakan. Saat kebijakan diresmikan juga harus diadakan sosialisasi.
Pemerhati Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Itje Chodijah memiliki pendapat berbeda. Menurutnya, ekskul Pramuka tidak perlu diwajibkan bagi peserta didik karena ada ekstrakurikuler lain yang bisa memberi manfaat serupa. Bahkan sudah ada pembicaraan yang cukup lama sebelum keputusan ini diambil.
“Setahu saya sudah lama diskusinya. (Pertimbangannya) karena tidak semua sekolah punya kakak pembina,” katanya pada Katadata.co.id, Rabu (3/4).
Nadiem sudah mengeluarkan aturan terbaru sehingga kegiatan Pramuka tidak lagi menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Sebelumnya Pramuka menjadi salah satu ekstrakurikuler wajib yang harus diambil oleh siswa pendidikan dasar dan menengah. Ketentuan ini tertuang dalam Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014. Dengan terbitnya aturan baru yang ditetapkan pada 25 Maret 2024, Pramuka tidak lagi menjadi kewajiban di sekolah.
Dalam ketentuan terbaru, Nadiem menempatkan pramuka sebagai ekskul krida yang bisa dipilih siswa. Ekskul krida lainnya adalah Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra).
Adapun ekskul lain adalah karya ilmiah seperti Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR). penelitian, dan kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik. Ekskul lain adalah latihan olah bakat seperti seni budaya, pecinta alam, jurnalistik, teater dan teknologi informasi. Juga ada ekskul keagamaan seperti baca tulis Al Quran dan retret.