Eddy Hiariej Nilai Pencalonan Gibran jadi Cawapres Sah, Ini Alasannya

Ade Rosman
4 April 2024, 15:17
eddy hiariej, mk, prabowo, gibran
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan oleh pihak pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo-Gibran saat sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Guru besar hukum pidana sekaligus mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Syarief Hiariej alias Eddy Hiariej menilai keabsahan pasangan calon Prabowo Sibianto-Gibran Raka sudah tak perlu diperdebatkan.

Hal ini disampaikan Eddy dalam sidang sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (4/4). Eddy hadir selaku saksi ahli kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Dalil terkait keabsahan paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka itu sebetulnya sudah close the case," kata Eddy dalam sidang.

Dalam paparannya saat sidang, Eddy mengatakan keabsahan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai salah satu peserta Pemilu bukanlah kewenangan MK lantaran termasuk sengketa proses.

Menurut Eddy, jika ada kubu lain yang keberatan dengan pencalonan Gibran, bisa melayangkan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jika tak dilakukan, maka pihak yang merasa keberatan tersebut dianggap telah melepaskan haknya.

"Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkeberatan terhadap keabsahan tersebut seharusnya mengajukan gugatan ke PTUN," katanya.

Ia pun menyinggung kubu lain yang ketika tahapan kampanye hingga debat Pilpres tak mempermasalahkan pencalonan Gibran. Menurutnya, hal itu menggambarkan persetujuan atas pencalonan putra Presiden Joko Widodo tersebut.

Eddy juga mengatakan berkaitan dengan aturan batasan usia caprea dan cawapres, KPU hanya melaksanakan putusan MK. Sehingga, menurutnya batas usia dipersoalkan pada MK bukan penyelenggara Pemilu.

"Putusan MK dalam perkara a quo yang saat itu juga berlaku mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang, di sini berlaku asas preferensi umum  yaitu lex superior derogat legi inferiori," kata Eddy.


Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...