KPK Pecat 66 dari 98 Pegawai yang Terlibat Pungutan Liar di Rutan
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memecat 66 orang pegawai yang terlibat perkara pungutan liar di Rumah Tahanan Negara atau Rutan Cabang KPK Jakarta. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan mereka dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran pemerasan.
“KPK telah menyerahkan surat keputusan pemberhentian kepada 66 pegawai,” ujar Ali di Gedung Merah Putih KPK seperti dikutip, Rabu (24/4).
Ali menerangkan keputusan pemecatan itu diambil berdasarkan hasil pemeriksaan hukuman disiplin terhadap pegawai negeri sipil KPK. Pemeriksaan yang telah selesai pada 2 April 2024 dilakukan pada tim yang terdiri dari atasan langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian.
Dari hasil pemeriksaan, sebanyak 66 orang pegawai terbukti melanggar Pasal 4 huruf i; Pasal 5 huruf a; dan Pasal 5 huruf k Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Selanjutnya pada 17 April 2024, sekretaris jenderal KPK selaku pejabat pembina kepegawaian menetapkan putusan.
“Berupa keputusan hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian sebagai PNS, sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (4) huruf c PP 94 Tahun 2021," ujar Ali.
Lebih jauh ia mengatakan pemberhentian ini akan efektif berlaku pada hari ke-15 sejak keputusan hukuman disiplin diserahkan kepada para pegawai tersebut. Adapun kasus pungli di rutan KPK mulai diusut oleh KPK atas dasar laporan dari masyarakat. .
Menurut Ali, pemberhentian pegawai tersebut sebagai bagian dari komitmen KPK menyelesaikan penanganan pelanggaran di internal hingga tuntas dan zero tolerance terhadap praktik-praktik korupsi. Mengenai pelanggaran ini, KPK juga telah menjatuhkan hukuman etik berdasarkan putusan Dewan Pengawas serta penyidikan dugaan tindak pidana korupsinya.
Dewan Pengawas KPK menyatakan ada 93 orang pegawai yang terlibat dalam rangkaian kasus pungutan liar di Rutan Cabang KPK. Sebanyak 66 orang pegawai akhirnya diberhentikan.
Selanjutnya sebanyak 15 pegawai ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan untuk menjalani proses hukum. Adapun 12 pegawai lainnya masih menunggu hasil koordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).