Jokowi Lengser Tahun Ini, Pesona Politiknya akan Luntur di Pilkada?

Ameidyo Daud Nasution
14 Mei 2024, 17:17
jokowi, pilkada, pilpres
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Spt.
Presiden Joko Widodo (tengah) menerima ajakan swafoto saat berolahraga di hari bebas kendaraan bermotor atau Car Free Day, kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (12/5/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Sejumlah pakar politik menilai pengaruh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada tak akan sebesar saat Pemilihan Presiden 2024 lalu.  Hal ini karena masa jabatan Jokowi sebagai presiden akan berakhir pada 20 Oktober, lebih awal dari jadwal pemungutan suara pada 27 November 2024.

Pakar komunikasi politik Universitas Padjajaran (Unpad) Kunto Adi Wibowo mengatakan pengaruh Jokowi dalam hajat pilkada tidak akan memperlihatkan hal yang signifikan.

Kunto menyebut potensi adanya intervensi pada pelaksanaan pilkada yang mencakup pemilihan gubernur di 38 provinsi, pemilihan bupati di 415 kabupaten dan 93 pemilihan walikota jauh lebih sulit ketimbang saat pilpres.

"Agak repot, apalagi Jokowi sudah tidak lagi menjadi presiden saat coblosan pilkada," kata Kunto saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (14/5).

Kendati demikian, Jokowi masih menjabat sebagai presiden selama 25 hari masa kampanye yang jatuh pada 25 September hingga 23 November. Menurut Kunto, momen ini bisa menjadi kesempatan untuk melihat peran Jokowi dalam dinamika politik jelang hari pencoblosan.

Apabila Jokowi menaruh perhatian pada pilkada akhir tahun ini, Kunto beranggapan pengaruh itu hanya akan menyasar pada kerabat dekat seperti Bobby Nasution atau Kaesang Pangarep.

Kaesang Pangarep kunjungi Bekasi
Kaesang Pangarep kunjungi Bekasi (ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/Spt.)

Sebelumnya, Partai Golkar sudah memberikan surat penugasan kepada Bobby untuk ikut dalam pemilihan gubernur Sumatera Utara dan Wali Kota Medan. Bobby sebelumnya telah dipecat sebagai kader oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) usai memberikan dukungan pada Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Di sisi lain, Kaesang mendapat dukungan dari para relawan untuk maju sebagai calon Wali Kota Bekasi. "Jokowi masih bisa memberikan dukungan minimal membuat isu publik untuk Bobby atau Kaesang, tapi kalau memberikan pengaruh saya kira jauh," ujar Kunto.

Pengalaman PSI

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia Arifki Chaniago beranggapan bahwa pengaruh Jokowi dalam pemilihan tingkat daerah cenderung rendah. Ini bisa dilihat dari nasib Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tak lolos ke parlemen periode 2024-2029.

PSI hanya mengantongi 4,26 juta coblosan atau 2,81% suara. Hasil ini membuat partai pimpinan Putra Jokowi itu tak dapat menempatkan kadernya ke parlemen Senayan karena terhalang ambang batas parlemen 4% suara nasional.

"Dengan kondisi saat ini PSI tidak lolos parlemen, lalu relasinya dengan PDIP. Pengaruh Jokowi di Pilkada setelah tak lagi menjadi presiden akan berbeda saat pilpres lalu," kata Arifki saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (14/5).

Jokowi juga disebut batal menjadi pimpinan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang beranggotakan partai politik pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Wacana mengenai posisi Jokowi sebagai pimpinan koalisi seluruh partai politik pemerintahan baru digaungkan oleh PSI. Mereka mengusulkan Joko Widodo sebagai pimpinan koalisi setelah masa habis jabatan presiden. Namun, usulan ini ditolak banyak partai politik.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan sosok presiden terpilih Prabowo Subianto akan menjadi pimpinan dari partai politik anggota KMI saat telah menjabat sebagai presiden periode 2024-2029.

Meski begitu, Arifki mengakui bahwa figur Jokowi memiliki citra positif di masyarakat yang sulit luntur walapun sudah tak menjabat sebagai presiden nantinya. Mengacu pada hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 21 April 2024, menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat alias approval rating terhadap kinerja Jokowi menyentuh 77,2%.

Dia melihat hal ini masih menjadi kekuatan yang memiliki potensi untuk menarik simpati masyarakat atau pemilih kepada calon kepala daerah yang mendapat dukungan dari Jokowi. 

"Bisa jadi iya, namun pengaruh yang ditimbulkan saat menjadi presiden dengan sudah menjadi mantan presiden itu berbeda," ujar Arifki.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...