Menkes Budi Jelaskan Dampak Kasus TTS Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Amelia Yesidora
21 Mei 2024, 14:45
Menkes
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tengah) dan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo (kiri) mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan Indonesia belum menemukan kasus Trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) efek samping vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca. Menurut Budi, letak geografis dan ras mempengaruhi munculnya efek samping tersebut.

“Memang kita lihat di negara-negara nordik dan Barat, lebih banyak kasus TTS-nya. Kalau yang Asia, Afrika, sama Amerika Selatan itu lebih jarang. Kita-kita yang hidupnya dapat banyak matahari, kayaknya lebih jarang kena  TTS,” ujar Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (21/5).

Selain paparan matahari dan lokasi geografis, menurut Budi faktor ras dan genomik juga menjadi hal yang  memengaruhi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau KIPI ini. Sejauh ini, Budi mengatakan TTS banyak ditemukan di Inggris dan Australia

 Berdasarkan situasi yang berkembang, Budi meminta masyarakat Indonesia yang sudah menerima vaksin AstraZeneca tidak khawatir. Ia menyebutkan belum ada kasus TTS yang ditemukan di Indonesia, dibanding Inggris dengan 487 kasus dan Australia 104 kasus.

“AstraZeneca tidak dipakai lagi di Indonesia sejak Oktober 2022 dan kami belum menemukan yang terkena KIPI, khususnya TTS ini,” ujar Budi.

Budi menyebut dari awal Organisasi Kesehatan Dunia atau PBB sudah mengidentifikasi efek samping ini saat memberi persetujuan penggunaan vaksin. Kendati demikian, KIPI ini risikonya sangat jarang, jauh lebih kecil dari manfaatnya.

“Dia [vaksin AstraZeneca] bisa menyelamatkan satu juta orang yang kemungkinan meninggal jadi hidup. Tapi dari satu juta orang, mungkin ada satu sampai dua orang yang berisiko kena, dan mungkin juga bisa ditangani sampai tidak harus meninggal,” kata Budi. 

Sebelumnya AstraZeneca, mengakui bahwa vaksinnya bisa menimbulkan sindrom langka. Hal ini disampaikan dalam dokumen persidangan dan tengah digugat dalam gugatan class action. 

“Raksasa farmasi ini digugat class action atas klaim bahwa vaksinnya yang dikembangkan bersama University of Oxford, menimbulkan kematian dan cedera serius dalam banyak kasus,” tulis The Telegraph dikutip Kamis (2/5). 

AstraZeneca menggugat balik klaim tersebut, tapi dokumen legal yang disampaikan ke Pengadilan Tinggi Februari lalu mengatakan hal lain. Mereka menyebut bahwa vaksin Covid dalam situasi yang sangat jarang bisa saja menimbulkan TTS.  

TTS adalah singkatan dari Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome. Penyakit ini menyebabkan beberapa orang mengalami pembekuan darah dan penurunan trombosit dalam darah. 

Sebanyak 51 kasus sudah diajukan ke Pengadilan Tinggi, terkait klaim TTS. Korban dan keluarga yang berduka kemudian meminta ganti rugi senilai hingga 100 juta Poundsterling atau Rp 2 triliun.

Reporter: Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...