Puan Maharani Tetap Jadi Ketua DPR, Sinyal PDIP Merapat Koalisi Prabowo?
Puan Maharani telah mengambil sumpah sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR periode 2024-2029. Pemilihan Puan disebut menjadi sinyal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berpotensi merapat ke koalisi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Pakar politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengatakan bahwa sejatinya para partai politik (parpol) koalisi pendukung Prabowo sebelumnya dapat mengubah komposisi pimpinan DPR lewat revisi Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Namun, tujuh parpol pendukung Prabowo alias Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang lolos ke parlemen telah menjalin kesepakatan dengan PDIP untuk saling mendukung.
Pada periode DPR 2024-2029, terdapat delapan partai politik yang berhak menempatkan kadernya sebagai anggota DPR, namun hingga saat ini hanya PDIP yang belum secara resmi mendeklarasikan diri sebagai bagian dari koalisi pendukung Prabowo.
"Dengan tidak direvisinya UU MD3. Artinya sudah saling ada kesepakatan untuk saling mendukung antara KIM Plus dan PDIP," kata Ujang lewat pesan suara WhatsApp pada Rabu (2/10).
Berdasarkan aturan UU MD3 yang saat ini, partai dengan suara terbanyak hasil Pemilu bisa menduduki kursi Ketua DPR. Mengacu pada hasil Pemilu Legislatif 2024, PDIP mendapat suara terbanyak, sehingga berhak mendapatkan kursi Ketua DPR.
Revisi UU MD3 sebelumnya masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas periode 2023-2024. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sempat menyebut usulan revisi UU MD3 disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Said Abdullah karena perlunya perubahan pada pasal yang berkaitan dengan keuangan.
Lebih lanjut, Ujang menambahkan pelantikan Puan Maharani sebagai Ketua DPR untuk periode kedua ini dianggap sebagai langkah awal koalisi Prabowo-PDIP. Menurut Ujang, PDIP kemungkinan besar akan memberikan dukungan kepada pemerintahan Prabowo-Gibran di masa depan.
"Puan mendapat dukungan menjadi Ketua DPR, dan PDIP mendukung pemerintahan Prabowo. Itu kalkulasi sederhananya," ujar Ujang.
Ujang pun berpendapat posisi PDIP idealnya berada di luar pemerintahan sebagai oposisi untuk menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap pemerintah.
Meski begitu, menjadi oposisi bisa mendatangkan risiko dan tekanan, termasuk kemungkinan adanya upaya untuk mencari-cari kesalahan atau masalah hukum terhadap partai tersebut.
"Jika PDIP bergabung ke koalisi Prabowo, maka pihak oposisi ada di luar parlemen. Yakni mahasiswa, akademisi, dan publik," kata Ujang.
Pakar Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo jati berpendapat, posisi politik PDIP ke depan sangat bergantung pada keputusan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
"Hal terpenting dari semua itu adalah check and balances perlu dikuatkan antara tiga lembaga kekuasaan negara, eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk lima tahun ke depan," kata Wasisto lewat pesan singkat, Rabu (10/2).
Meski demikian, PDIP membantah adanya hubungan wacana revisi UU MD3 dengan posisi Puan. Juru Bicara PDIP Chico Hakim mengatakan wacana ini tak pernah dipikirkan parpol.
"Memang tidak ada wacana revisi UU MD3 kok," kata Chico dalam pesan singkat kepada Katadata.co.id, Rabu (2/10).
Chico mengatakan pembicaraan soal potensi merapatnya PDIP ke pemerintahan Prabowo-Gibran belum pernah dibahas. "Hanya akan kami sampaikan ketika sudah menjadi keputusan," katanya.