Prabowo Waspadai Kondisi Geopolitik, Soroti Darurat Militer di Korsel
Presiden Prabowo Subianto mewaspadai eskalasi ketegangan geopolitik yang kian meningkat. Prabowo juga menyinggung darurat militer yang sempat diberlakukan di Negeri Ginseng pada Selasa (3/12).
Prabowo mengatakan, situasi di Korsel ikut menaikkan tensi geopolitik global setelah sebelumnya terjadi rentetan konflik bersenjata di Rusia-Ukraina dan di Timur Tengah antara Israel, Palestina, Iran hingga Lebanon.
"Tadi malam Pemerintah Korea Selatan menyatakan keadaan darurat. Jadi saudara-saudara marilah kita jangan terlalu lengah, jangan terlalu santai," kata Prabowo saat memberikan sambutan pembukaan Sidang Tanwir Muhammadiyah di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Rabu (4/12).
Prabowo mengatakan konflik bersenjata di Eropa dan Timur Tengah mengakibatkan harga pangan naik di seluruh dunia. Ia lalu meminta masyarakat agar terus waspada meski perang terjadi di lokasi yang jauh dari Indonesia.
"Jangan kita anggap tidak menghadapi ancaman. Kenapa kita harus waspada? Karena kita kaya," ujar Prabowo.
Prabowo pun mengutip sejumlah temuan pakar geopolitik yang menyebut kondisi ketidakpastian global berpotensi memicu perang nuklir. Proyeksi itu mengacu pada sikap negara Barat yang kini mengizinkan penggunaan peluru kendali jarak jauh untuk menyerang Rusia.
Di sisi lain, Rusia juga memberikan reaksi dengan mengizinkan militernya untuk menggunakan senjata paling mutakhir untuk menyerang Barat. Meski Indonesia menganut prinsip politik luar negeri bebas aktif, Prabowo mengingatkan bahwa 40% alur perdagangan dunia melawati perairan RI.
Selain itu, Prabowo menyebut 70% suplai energi ke Cina, Korea Selatan dan Jepang juga melewati transportasi laut via perairan Indonesia. "Bisakah kira-kira kalau terjadi perang besar kita tidak terseret? Untuk itu, kita butuh kepemimpinan politik yang handal," kata Prabowo.
Kriteria figur kepemimpinan politik yang dimaksud adalah sosok yang mampu menghadirkan kerukunan dan memiliki jiwa besar agar dapat diterima oleh semua kalangan.
Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk-yeol sebelumnya mendeklarasikan darurat militer pada Selasa (3/12) malam. Namun, ia mencabut status situasi darurat militer setelah ada penolakan dari parlemen.