PDIP Pecat Keluarga Jokowi sebagai Kader, Apa Langkah Gibran Selanjutnya?
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memecat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai kader partai. Gibran menghargai keputusan itu dan saat ini memilih fokus untuk membantu Presiden Prabowo Subianto.
"Kami menghargai dan menghormati keputusan partai. Untuk saat ini saya pribadi akan lebih fokus untuk membantu Bapak Presiden Prabowo," kata Gibran di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Selasa (17/12).
Gibran enggan mengungkapkan rencana politiknya ke publik. Dia juga tidak mengatakan rencana untuk berlabuh ke partai politik lain setelah ditendang oleh PDIP. "Tunggu saja," ujarnya.
Selain Gibran, PDIP juga telah memecat Joko Widodo (Jokowi) dan menantunya, Bobby Nasution dari daftar keanggotaan partai. Pengumuman pemecatan Jokowi dan keluarga dibacakan oleh Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Partai, Komarudin Watubun.
Ketua Umum PDIP Megawati memerintahkan Komarudin mengumumkan pemecatan, di hadapan seluruh jajaran Ketua DPD PDIP se-Indonesia. "DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, saudara Gibran Rakabuming Raka, dan saudara Bobby Nasution, serta 27 anggota lain yang kena pemecatan," kata Komar dalam keterangan video, Senin (16/12).
PDIP menilai Jokowi, Gibran dan Bobby telah melanggar kode etik, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Mereka juga disebut tidak disiplin karena tak mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai calon yang diusung PDIP di Pilpres 2024.
Partai Golkar menanggapi langkah PDIP yang memecat Presiden RI ke-7 Jokowi, Gibran dan Bobby dari keanggotaan partai. Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengatakan Golkar merupakan partai yang terbuka kepada semua golongan. "Golkar terbuka bagi semua anak bangsa yang ingin mengabdikan dirinya lewat partai politik,” ujar Bahlil di Istana Merdeka Jakarta pada Senin (16/12).
Bahlil menilai Jokowi merupakan figur yang punya nilai elektoral tinggi dalam lanskap politik domestik. Menurut Bahlil, status Jokowi sebagai mantan presiden dapat memunculkan simpati rakyat yang berdampak positif bagi partai politik.
“Setiap partai politik pasti punya keinginan untuk mengajak tokoh-tokoh yang potensial. Pak Jokowi kan mantan presiden, pasti punya simpati banyak orang,” kata Bahlil.