Megawati Berterima Kasih pada Prabowo usai Pulihkan Nama Baik Sukarno
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri berterima kasih pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Presiden Prabowo Subianto atas pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Sukarno.
Ucapan terima kasih juga diucapkan Megawati pada Presiden Prabowo Subianto yang telah merespons surat pimpinan MPR. Pencabutan itu artinya TAP MPRS yang memuat pasal mengenai pengkhianatan Sukarno tak berlaku lagi.
"Ucapan terima kasih juga saya sampaikan juga kepada Presiden Prabowo Subianto yang sudah merespons surat pimpinan MPR RI terkait tindak lanjut pemulihan nama baik Bung Karno sebagai Presiden RI Pertama," kata Megawati dalam pidatonya di Acara HUT ke-52 PDIP, di Sekolah Partai PDIP, Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1).
Megawati mengatakan tidak pernah ada proses hukum untuk membuktikan kesalahan Soekarno. Ia juga berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
"Untung keluarga (Bung Karno) tuh sabar. Jangan kejadian (seperti) ini lagi. Kalau memang salah harus (berani menyatakan) salah. ini namanya politisasi," katanya.
MPR mencabut TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Sukarno. Surat pencabutan TAP MPRS itu diserahkan kepada keluarga Sukarno dan Menteri Hukum dan HAM pada Senin (9/9).
Surat diterima langsung oleh anak-anak Sukarno yaitu Guntur, Megawati, Sukmawati, dan Guruh. "TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo di Ruang Delegasi Gedung Nusantara V MPR RI, Senin (9/9).
Bambang Soesatyo yang biasa disapa Bamsoet mengatakan MPR telah menerima Surat Menteri Hukum dan HAM perihal tindak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Setelah melakukan rapat pada 23 Agustus 2024, pimpinan MPR memutuskan untuk mengabulkan hal tersebut.
Bamsoet mengatakan, meski TAP MPR telah dicabut, masih ada persoalan psikologis dan politis terkait tuduhan yang termaktub dalam ketetapan lawas itu. Salah satunya soal Sukarno yang dituduh mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G-30-S/PKI pada 1965 lalu.
Bambang menjelaskan, berdasarkan riwayatnya, secara yuridis tuduhan terhadap Bung Karno itu tidak pernah dibuktikan menurut hukum dan keadilan.
"Ke depan, tidak boleh ada warga negara kita, apalagi jika ia seorang pemimpin bangsa yang harus menjalani sanksi hukuman apapun tanpa adanya proses hukum yang fair dan adil," kata Bamsoet.