DPR Akan Sahkan RUU TNI Hari Ini di Tengah Gelombang Penolakan

Ringkasan
- DPR akan mengesahkan Revisi UU TNI pada Sidang Paripurna. Revisi ini di tengah kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi TNI.
- Revisi UU TNI menambahkan pos sipil yang dapat dijabat prajurit aktif TNI menjadi 14 pos. Sebelumnya, prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan di sepuluh pos sipil.
- Pengesahan RUU TNI ini menuai penolakan dari sejumlah pihak, seperti Koalisi Masyarakat Sipil dan PBNU. Mereka khawatir revisi UU ini akan menghidupkan kembali dwifungsi TNI.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengesahkan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) hari ini. Revisi tersebut rencananya akan disahkan pada Sidang Paripurna DPR pada pukul 09.30 WIB.
Pembahasan RUU TNI di tengah kekhawatiran hidup kembalinya dwifungsi tentara yang diterapkan di masa Orde Baru. Dwifungsi yakni TNI sebagai kekuatan hankam (pertahanan dan keamanan) dan kekuatan sosial politik.
Revisi UU TNI mengatur penambahan pos sipil yang dapat dijabat oleh prajurit aktif. Rekomendasi yang tertulis dalam Pasal 47 RUU TNI meminta penambahan empat pos sipil yang dapat dijabat oleh prajurit TNI aktif. Nantinya, ada 14 pos sipil di kementerian/lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit aktif.
"Jadinya maksimal 16. Tapi semuanya hanya ada di 14 kementerian/lembaga,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Kompleks Parlemen Jakarta pada Selasa (18/3).
Sebelumnya, seluruh fraksi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Kesepakatan ini saat rapat pleno pengambilan keputusan tingkat panitia kerja (Panja) di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3).
Delapan fraksi yang terdiri dari PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, PKS, PAN, dan Demokrat tak menyampaikan keberatan. Mereka hanya menyampaikan sejumlah catatan.
Adapun, Pasal 47 ayat 2 UU TNI yang berlaku saat ini mengatur kompromi kepada prajurit aktif dapat menduduki jabatan di sepuluh pos sipil. Sepuluh lembaga tersebut yakni kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara dan Lembaga Ketahanan Nasional.
Selain itu, TNI aktif juga dapat menduduki jabatan di Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Pengesahan akan dilakukan DPR meski RUU TNI ditolak sejumlah pihak. Kritik yang diberikan utamanya terkait wacana perluasan pos bagi TNI di jabatan sipil.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti sejumlah pasal yang berpotensi mengandung masalah dalam Revisi Undang-Undang TNI. Mereka mengkhawatirkan dwifungsi TNI dan militerisme kembali jika pasal-pasal tersebut disahkan.
"Koalisi menolak DIM RUU TNI yang disampaikan pemerintah ke DPR karena masih mengandung pasal-pasal bermasalah," demikian keterangan Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulis, Jumat (14/3).
Kritik juga disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua PBNU Mohamad Syafi'i Alielha atau Savic Ali menilai revisi UU bernomor kop 34 Tahun 2024 itu berpotensi menghidupkan lagi dwifungsi TNI.
Sejak Rabu (20/3) gelombang demonstrasi penolakan RUU TNI juga telah muncul. Bahkan mahasiswa juga akan turun ke jalan hari ini, bersamaan dengan pengesahan RUU tersebut.