Duduk Perkara Dugaan Suap Hakim Rp 60 Miliar, Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka


Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan dugaan suap atau gratifikasi dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Hingga kini, Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini.
Ketujuh orang tersangka yakni Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG), MS dan AR.
Suap Rp 60 miliar ini diduga diberikan agar hakim memberikan vonis ontslag atau putusan lepas dalam perkara pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya periode Januari-April 2022 terhadap tiga grup korporasi.
Tiga korporasi itu yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Awal mula kasus ini terungkap berdasarkan bukti yang ditemukan dalam kasus suap Ronald Tannur terhadap hakim PN Surabaya.
Muhammad Arif Nuryanta (MAN) membagikan Rp 22,5 miliar dari Rp 60 miliar itu pada tiga hakim yang menangani perkara tersebut yakni hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU), serta hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM).
Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan uang tersebut menjadi dua tahapan, pertama senilai Rp 4,5 kepada ketiga hakim. Kemudian pada September-Oktober 2024 menyerahkan Rp 18 miliar kepada Djuyamto.
Djuyamto lalu membagi uang dalam pecaan dolar Amerika Serikat tersebut dengan Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom yang diserahkannya di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, penyidik masih menelusuri sisa uang Rp 60 miliar tersebut.
"Masih kami kembangkan, apakah sisanya masih ada yang dibagi kepada orang lain? Atau seluruhnya dikuasi yang bersangkutan yaitu tersangka MAN," kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Sabtu (12/4) malam.
Awal mula kasus
Qohar mengatakan, mulanya salah satu tersangka, advokat Ariyanto (AR), telah bersepakat dengan tersangka Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk mengurus korupsi tersebut.
Wahyu lalu menyampaikan kesepakatan itu pada Muhammad Arif Nuryanta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.
Muhammad Arif Nuryanta lalu mengetujuinya, namun meminta agar nilai bayaran menjadi Rp 60 miliar. Permintaan itu disetujui Ariyanto, dan diserahkanlah Rp 60 miliar dalam bentuk dolar AS. Uang diserahkan pada Wahyu dan kemudian diberikan pada Muhammad Arif Nuryanta.
Sebagai perantara, Wahyu mengantongi US$ 50.000 yang diberikan Muhammad Arif Nuryanta. Muhammad Arif Nuryanta lalu menunjuk majelis hakim yang terdiri dari tiga tersangka yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Atas perbuatannya, Muhammad Arif Nuryanta disangkakan Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, tiga hakim yakni Agam Syarif Baharuddin (ASB), Ali Muhtarom (AM) dan Djuyamto (DJU) disangkakan melanggar Pasal 12C juncto 12B juncto 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.