Wamenhan Tegaskan Pentingnya Upaya Memperkokoh Narasi Demi Kedaulatan Bangsa
Ancaman terhadap kedaulatan Indonesia dewasa ini hadir tidak hanya dalam bentuk agresi militer konvensional. Tantangan yang lebih relevan dengan konteks saat ini justru yang berbasis narasi dan hukum, atau disebut narrative and legal warfare (NLW).
Topik tersebut dibahas khusus di dalam dialog publik bertajuk Defence Intellectual Community: Memperkokoh Narasi dan Tatanan Negara untuk Kedaulatan dan Kesejahteraan Bangsa. Sesi yang berlangsung di Jakarta, Rabu (24/9), ini digagas Universitas Pertahanan, President Club dan Aliansi Cendekia Tagaroa.
Wakil Menteri Pertahanan Republik Indonesia Donny Ermawan Taufanto mengingatkan agar seluruh elemen bangsa mewaspadai dinamika global yang berpotensi memengaruhi kedaulatan Indonesia.
“Selain kekuatan militer, ada upaya yang menggunakan jalur narasi dan hukum untuk melemahkan posisi Indonesia. Di bidang kesejahteraan dan ekonomi, NLW menargetkan komoditas strategis yang dilindungi dalam UU Perkebunan, seperti kelapa sawit dan tembakau, selain juga produk-produk pertambangan. Padahal komoditas-komoditas tersebut menopang pendapatan negara dan penting bagi penyediaan lapangan kerja. Di bidang politik negara yang kerap diserang adalah institusi yang bertanggung jawab menjaga kedaulatan negara,” ujar Donny saat membuka dialog publik tersebut.
Donny juga mengutarakan soal Defence Intellectual Management (DIM). Konsep yang diinisiasi Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin ini dinilai tepat dipakai sebagai pendekatan strategis dalam memitigasi persaingan narasi.
DIM menekankan pentingnya keterlibatan komunitas intelektual lintas bidang dalam membangun resiliensi bangsa terhadap ancaman nonmiliter.
“Kompleksitas permasalahan NLW menuntut kita tidak hanya mengandalkan peralatan militer modern, tetapi juga kecerdasan kolektif bangsa. Dengan DIM, kita berharap tercipta kapasitas adaptif yang mampu merespons berbagai tantangan nirmiliter,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengutarakan, isu-isu seputar komoditas strategis nasional kerap menjadi bagian dari kontestasi global.
“Persaingan antarnegara saat ini bukan lagi soal ideologi, tapi pasar. Karena pasar berkorelasi dengan lapangan kerja dan lapangan kerja berkorelasi dengan kesejahteraan. Kesejahteraan itulah yang mendorong negara berkembang pesat,” ujar Hikmahanto.
Menurut mantan Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji, dalam menghadapi NLW tidak bisa hanya mengandalkan perhitungan ekonomis. “Perlu ada fondasi kuat dari jati diri bangsa yang tercermin di dalam nilai Pancasila,” ucapnya.
Dekan Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan Dr. Oktaheroe Ramsi menyatakan bahwa pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat, khususnya kalangan akademisi dan praktisi hukum perlu mengkonsolidasikan diri dalam menghadapi persaingan narasi alias NLW.
Secara umum, diskusi publik ini turut dihadiri tokoh lintas sektor, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan perwakilan legislatif. Perbincangan berjalan dinamis dalam menyoroti pentingnya membangun narasi penyeimbang berbasis data, hukum, maupun kepentingan nasional.
Berbagai lapisan masyarakat di Tanah Air diharapkan semakin sigap memperkokoh narasi dan sistem hukum nasional, sehingga dapat menjaga kedaulatan sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat.
